Header Ads

Forum Lingkar Kopi Adakan Diskusi Bertajuk Rekayasa Budaya Literasi

EntrepreneurKreatif.com- Forum Lingkar Kopi Adakan Diskusi Bertajuk Rekayasa Budaya Literasi. Tradisi literasi berbanding lurus dengan kemajuan peradaban sebuah bangsa. Semakin tinggi tradisi literasi sebuah bangsa, maka akan semakin maju peradaban sebuah bangsa. Demikian salah satu kesimpulan diskusi yang diselenggarakan oleh Forum Lingkar Kopi, di Balai Kopi Muzakki Minggu (17/9). 



Forum Lingkar Kopi yang digagas oleh Beni Sulastiyo, mengadakan diskusi bertajuk ‘Rekayasa Budaya Literasi’  di Balai Kopi Muzakki, Minggu (17/9). Diskusi ini menghadirkan 5 orang narasumber, yaitu Beni Sulastiyo, Varli Pay Sandi, Qodja Galata, Vivi Al Hinduan dan Fadhil Mahdi. Kegiatan diskusi diikuti sekitar 30 peserta yang terdiri dari penulis, akademisi, sejarawan, dan sastrawan. Dalam diskusi tersebut Beni Sulastiyo memaparkan bahwa bangsa Indonesia telah mulai meletakkan dasar-dasar berliterasi sejak 40.000 tahun yang lalu dengan ditemukannya lukisan goa di Tempuseng Sulawesi Selatan dan beberapa goa di pulau Sumatera. Tonggak literasi benar-benar berdiri tegak pada saat masyarakat nusantara membuat prasasti yang dikenal dengan nama Prasasti Yupa yang dibuat sekitar 1.600 tahun yang lalu. Mulai saat itulah, menurut Beni, peradaban masyarakat nusantara mulai bergerak maju dalam berbagai bidang, baik dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, sosial, budaya, seni, dan politik. Kemajuan itu dapat dilihat dari narasi sejarah nusantara yang gilang gemilang yang dibangun oleh puluhan bahkan ratusan kerajaan yang berdiri di tanah nusantara.


“Oleh karena itu, pengembangan tradisi literasi ini akan menjadi salah satu ikhtiar strategis untuk menyelesaikan berbagai krisis yang menimpa bangsa ini”, ujarnya. Beni juga menjelaskan bahwa tradisi masyarakat itu dapat direkayasa.

Rendahnya tradisi membaca dan menulis masyarakat kita tentu dapat diperbaiki jika kita semua menginginginkannya. “Oleh karena itu, mari kita pikirkan bagiamana cara merekayasa budaya ber-literasi ini agar kelak masyarakat kita memiliki tradisi membaca dan menulis yang semakin baik”. Pendapat serupa disepakati oleh Qodja Galata. Penggiat literasi yang sudah malang melintang di Indonesia ini mengatakan bahwa seluruh penggiat literasi harus dapat fokus dalam membangun tradisi literasi ini. Fokus menurut Qodja tidak berarti harus tetap pada sebuah tempat tertentu, fokus itu pada tujuannya. “Kita bisa menggunakan kendaraan apa saja, berganti-ganti bentuk dan rupa, tapi tujuan kita dalam mengajar dan membangun tradisi berlilterasi jangan pernah berubah”, ujarnya.

Sementara Varli Pay Sandi, pendiri Gerakan Kalbar Membaca, menyampaikan keprihatinannya terhadap faslitas membaca bagi sebagian besar masyarakat Kalimantan Barat. Menurut Pay-demikian sapaan akrab pria berkacamata ini, masyarakat kita bukan enggan membaca, tapi mereka tidak punya buku dan tempat untuk membaca. ”Oleh karena untuk merekayasa budaya literasi, penting bagi kita untuk membantu masyarakat agar dapat mengakses buku bacaan dengan muda”, ujar Pay.

 Vivi Al Hinduan, penggiat literasi yang aktif di Forum Lingkar Pena Kalbar, menambahkan bahwa diperlukan kepedulian pemerintah terhadap tradisi berliterasi dalam ruang-ruang pendidikan formal. Ia menyayangkan rendahnya pemahaman pemeritah terhadap arti penting tradisi literasi. “Baru-baru ini di sebuah sekolah negeri, kelas bahasa ditutup. Alasannya sepi peminat. Menurut saya persoalan ini harus menjadi perhatian kita semua”, ujarnya.

Fadhil Mahdi, Duta Baca Kalbar 2016, menyampaikan pentingnya tradisi berliterasi diterapkan di sekolah-sekolah. Ia menyarankan agar pemerintah daerah dapat menerapkan secepat mungkin keputusan menteri pendidikan yang mewajibkan siswa membaca 15 menit sebelum pelajaran dimulai. “Jika kita bisa menerapkan itu, saya yakin budaya berliterasi akan semakin baik di daerah kita”, pungkasnya.



No comments:

Powered by Blogger.