Header Ads

Momwriter’s Diary

EntrepreneurKreatif.com-Kali ini EntrepeneurKreatif akan membedah buku karya Dian Kristiani berjudul Momwriter’s Diary terbitan Bhuana Ilmu Populer (BIP). Cetakan pertama 2013. Dian adalah seorang ibu rumah tangga kelahiran 1974, dengan dua anak lelaki. Ia tinggal di Sidoarjo, Jawa Timur bersama suami dan dua anaknya.  Ia sudah menerbitkan 100 buku (90% berupa buku dongeng dan bacaan untuk anak) yang semuanya diterbitkan oleh penerbit mayor nasional.



Momwriter’s Diary menceritakan proses kreatif Dian dalam membagi waktu antara keluarga dan menulis buku, hingga tips dan trik agar naskah lolos ke penerbit. Buku setebal 139 halaman ini mengupas tuntas mulai dari kisah hidup seorang Dian Kristiani yang memutuskan menjadi penulis buku profesional, khususnya menulis buku dongeng anak, setelah beliau resmi di-PHK dari perusahaan buying office tempatnya bekerja selama delapan tahun. Karena bingung mau melamar kerja ke perusahaan apa, ditambah faktor usia dan gaji terakhirnya di perusahaan tersebut yang terlalu tinggi sehingga menyulitkannya menetapkan gaji di perusahaan yang baru, akhirnya ia memilih menjadi penulis profesional penuh waktu.

Pada Bab 1 (Hal. 1-3) dengan subjudul  Merintis Jalan Menjadi Penulis, Dian sudah menekankan pentingnya membuat naskah cerita yang bagus dan menarik perhatian editor. Jangan khawatir nama kita belum terkenal. Bagi editor, yang penting kita punya naskah yang bagus dan bisa dijual. Titik.

Bab 2 (Hal.5-9) dengan subjudul Penulis Kok Matre? Dian mengatakan, jika ingin serius terjun total di dunia kepenulisan dengan mendapat pemasukan utama dari royalti, maka kita harus benar-benar mempertimbangkan aspek finansialnya. Kecuali kalau kita hanya sekadar iseng mengisi waktu luang dengan menulis buku, tanpa berniat mencari uang dari sana. Jangan mau hanya dibayar Rp 1 juta untuk naskah novel yang kita tulis sebanyak 100-150 halaman, misalnya. Karena sangat tidak mudah menulis sebuah novel. Hal itu jugalah yang mengurungkan niat saya mengikuti sebuah lomba novel di awal tahun ini yang mencantumkan hadiah juara I Rp 1 juta (apa??!) dengan minimal 100 halaman dan iming-iming naskah akan diterbitkan. Walhasil, setelah jadi 50 halaman, langsung saya kirim ke sebuah majalah nasional karena selain bayarannya 2x lipat, otak saya juga seudah mentok mikir. Pas dah.

Bab 3 (hal. 11-14) berjudul Plagiarisme Ada di Mana-mana. Hmm. Dian berkisah tentang plagiator yang bertebaran di mana-mana. Ada juga penulis yang mengirim naskahnya ke penerbit A, lalu lama tidak ada kabar. Tiba-tiba, ada sebuah novel baru dari penerbit tersebut tapi atas nama penulis lain, yang mana isi cerita novel itu sama persis dengan naskah yang dikirim si teman Dian. Lha, kok bisa? Ada juga penulis yang setting-nya mencontek total dari sebuah artikel perjalanan yang ia dapat di internet. Ada juga penulis yang berlindung di balik kata ‘terinspirasi dari kisah nyata’ padahal isi ceritanya nyontek total dari sebuah buku lain atau kisah nyata orang lain, tanpa dimodifikasi sama sekali.

Bab 4 (hal.16-20) berjudul Kirim Langsung ke Penerbit atau Lewat Agensi? Ternyata, Dian tidak pernah mengirim naskahnya via agensi alias langsung ke penerbit. Tugas agensi adalah menghubungkan penulis dengan penerbit. Jadi, si penulis bisa mengirimkan sinopsis, outline, ide, contoh tulisan, dll ke agensi, nanti mereka yang mengajukannya ke penerbit. Jika disetujui, kita akan mulai menulis dengan deadline yang sangat ketat. Tentu, mereka minta fee sebesar 25-30% ke penulis. Gede, ya? Bayangkan, jika penulis (harusnya) mendapat royalti 10% dari harga jual buku, maka kita harus memberi komisi sebesar 3% untuk agensi, dan kita hanya menerima 7%.  

Ternyata ada beberapa agensi ‘nakal’ di Indonesia yang hobi ngerjain penulis, karena penulis tidak pernah berhubungan langsung dengan penerbit, mereka juga kadang menipu (hal.18) penulis dengan mengatakan bahwa penerbit sudah membeli putus naskah, padahal penerbit memberi royalti. Celakanya, laporan royalti tersebut pernah nyasar ke rumah si penulis hingga akhirnya ketahuan. Jumlah royaltinya pun berlipat ganda dari harga  jual-putus naskah yang diberikan si agen ke penulis. Ada juga yang menahan uang down payment (DP) dari penerbit untuk penulis. Warbiasak!

Bab 5 (22-25) Royalti Versus Jual Putus. Kapan kita sebaiknya menjual putus naskah kita? Dian menyarankan jika kondisi keuang kita sedang kritis alias butuh uang cepat, sebaiknya jual putus, karena royalti biasanya dibayarkan 6 bulan sekali. Selain itu, jika penerbitnya masih 1-2 tahun berdiri dan kita tidak tau apakah penerbit itu mampu bertahan lama, sebaiknya pilih jual putus saja. Juga jika penerbitnya sering mangkir membayar royalti, lebih baik pilih sistem jual putus daripada kita stres mikirin royalti yang tidak kunjung dibayar.

Bab 8 (38-41) Manajemen Waktu. Bagi seorang ibu rumah tangga yang semua dilakukan sendiri, mulai mengantar anak sekolah, masak, ngepel, arisan, pengajian, dsb, rasanya sulit sekali meluangkan waktu untuk menulis. Benarkah? Dian menolak keras anggapan itu. Ia yang dulu merupakan wanita karir, bahkan sengaja membawa bekal makan siang dari rumah agar ia dapat meluangkan waktu sehabis makan untuk menulis sekitar 1-2 halaman. Jika makan di luar, sehabis makan waktu kita lebih banyak dihabiskan untuk bergosip bersama rekan kantor. Setelah menjadi penulis dan ibu rumah tangga tanpa asisten, Dian masih sempat menyisihkan waktunya di malam hari sekitar jam 10-12 malam untuk menulis. Ia juga rutin menulis minimal 1 cerita setiap hari, 1-2 halaman.

Bab 9 (43-51) Menjadi Penulis Sejahtera. Pasti pada mau, kan? Dian membagi tips agar bisa mengandalkan nafkah 100% dari profesi menulis. Jujur, sebagian besar penulis-khususnya di daerah-tidak bisa mengandalkan hidup mereka 100% hanya dari menulis. Mereka biasanya punya profesi utama (dan menulis adalah kerjaan ‘iseng’) seperti guru PNS Bahasa Indonesia atau Wartawan.

Dian membagikan beberapa tips jika ingin serius menjadi penulis. Berikut beberapa di antaranya:
    1.    Niatkan secara serius bahwa menulis adalah profesi (bukan sekedar hobi) yang akan kita jalani untuk mencari uang.
    2.    Pastikan bahwa karya kita memang bagus dan layak jual. Caranya? Perhatikan buku-buku sejenis yang beredar di pasaran. Apakah keunggulan naskah kita dibanding mereka?
    3.    Mulailah membidik media dan penerbit yang akan dituju. Sesuaikan dengan karya yang sudah terbit di sana untuk mengetahui selera penerbit atau media itu.
      4.    Tulis, kirim, lupakan.
      5   Pelajari buku-buku best-seller. Tambahan dari saya, selain best-seller, juga pelajari karya pemenang lomba/ sayembara novel Dewan Kesenian Jakarta, novel peraih Khatulistiwa Literary Award (Kusala Sastra Khatulistiwa) dan pemenang lomba novel lainnya. Anda akan tahu kenapa mereka bisa menang.
    6.    Pilih media atau penerbit yang jelas, biasanya berada di bawah sebuah grup penerbit besar dan berani menggunakan sistem royalti (bukan beli putus).
     7.    Pastikan SPP (Surat Perjanjian Penerbitan) sudah ada di tangan sebelum buku terbit. Jangan sampai buku kita laris di pasaran tapi royalti tidak kita terima.
     8.    Selalu cantumkan nama lengkap, no. HP, dan nomor rekening pada setiap naskah yang kita kirimkan ke media/ penerbit.
      9 .    Rajin mempromosikan buku kita.

     10. Rajin menabung naskah. Ini terutama berlaku jika kita ingin mengikuti lomba novel yang rentang waktu hanya 3 bulan.  Dian selalu punya beberapa naskah cerita yang sudah tersusun rapi di draft. Begitu ada permintaan mendadak dari penerbit atau ada lomba novel, tinggal dikirim.

No comments:

Powered by Blogger.