Oh My Goodness
EntrepreneurKreatif.com-Buku pintar bagi para entrepreneur kreatif ini berjudul Oh My Goodness, karya Yoris
Sebastian. Ada beberapa bab (Yoris
menggunakan kata chapter) yang
terdiri dari 3 bagian/ part dalam
buku yang (sengaja) tidak mencantumkan jumlah halaman ini, yang menurut saya sangat
menarik untuk dikupas. Masing-masing part
terdiri atas 3 chapter.
foto: whizisme |
Di part
1 chapter 1, berjudul Creativity
is a habit, not genetic. Yoris
menekankan bahwa kreatifitas bukanlah suatu faktor genetik/ turunan, tapi
sebuah kebiasaan yang bisa dipelajari siapa pun. Yoris menyebutkan, kebiasaan
kita dapat berubah secara permanen jika dilakukan terus-menerus dalam waktu
satu bulan. Itulah kenapa, dalam Islam, kita wajib berpuasa sebulan penuh di
bulan Ramadhan, karena puasa setiap hari (dan melakukan kegiatan positif selama
puasa seperti membaca Al Qur’an, bangun tengah malam untuk Tahajud sebelum
sahur, dll) dapat menciptakan kebiasaan positif yang-diharapkan-dapat menjadi permanen
dan kontinyu di luar Ramadhan.
Namun,
menjadi kreatif saja belumlah cukup. Kreatifitas kita juga harus bisa dijual. Karena jika kreatifitas kita tidak bisa dijual,
percuma. Salah satu indikator kesuksesan sebuah karya adalah berhasil tidaknya
karya itu kita jual kepada masyarakat. Menjual kreatifitas tidak harus selalu
menghasilkan uang. Sebuah kreatifitas dikatakan ‘menjual’ apabila mendapat
apresiasi dari pihak lain. Yoris mencontohkan, jika Anda mempunyai ide membuat
sumber energi berbahan baku air, misalnya, maka Anda harus mempublikasikan ide
tersebut agar diketahui orang lain. Bisa dengan mengikuti lomba, membuat
proposal dan menawarkannya ke pihak yang membutuhkan (perusahaan/ pemerintah)
atau memublikasikannya di internet.
Yoris
mencontohkan seorang Justin Gignac yang menjual sampah kepada para turis yang
datang ke New York. Dengan brand NYC Garbage, Justin berhasil
menjual sampah yang dipungutnya setiap malam di New York. Selling nothing for something. Kini, ia bahkan punya edisi spesial
untuk NYC Garbage, misalnya sampah dari pembukaan Yankee Stadium yang baru,
sampah malam tahun baru di Times Square, dan masih banyak lagi.
Di
Pontianak, seorang mahasiswa semester akhir di Universitas Tanjungpura (Untan)
juga melakukan hal kreatif dengan memadukan sampah dan teknologi digital. Hasil
kolaborasi itu berupa sebuah start up digital bernama Angkuts. Kini, Hafiz dan Angkuts-nya sering mendapat penghargaan di
ajang kompetisi nasional yang berkaitan dengan dunia start up digital. Keren,
ya?
Chapter 2
Knowledge Makes You powerful. Pengetahuan (knowledge) adalah sumber utama yang
wajib dimiliki jika ingin belajar menjadi orang kreatif. Ingat, kreatifitas
dapat dipelajari semua orang. Ada banyak cara untuk menambah pengetahuan kita
yang menunjang kreatifitas, seperti membaca buku, menonton film, mendengar
musik, hingga bermain games seperti Metropolismania. Itu adalah permainan untuk
membangun sebuah kota. Dengan bermain games itu, selain belajar strategi, kita
juga berani mengambil resiko dan siap kalah.
Selain itu,
selalu membawa buku catatan kecil/ notes juga membantu kita mencatat setiap ide
yang terlintas. Mendatangi seminar yang
membahas kreatifitas seperti yang diadakan beberapa komunitas kreatif di kota
SobatPreneur juga penting loh, apalagi kalau gratis. Kalau di Jakarta, mungkin bisa pergi ke acara
TED. Atau bisa unduh di website ted.com dan juga bisa buka website
slideshare.com untuk mengunduh berbagai presentasi seminar yang oke punya.
Chapter 3 berjudul Avoid
MeToolsm. Diambil dari kata me-too
yang berarti ‘saya juga’ alias ikut-ikutan orang lain. Dalam kadar ekstrem bisa menjurus menjadi
plagiator alias tukang jiplak, serem, ya? Nah, untuk menghindari kebiasaan
jelek itu, Yoris membagikan beberapa tips, di antaranya disebut Oxymoron. Oxymoron menurut kamus Oxford berarti
paduan dua kata yang saling berlawanan yang membentuk satu pengertian baru.
Dapat diartikan sebagai sesuatu yang bertolak belakang dengan apa yang dipercayai
masyarakat saat ini. Sesuatu yang membuat orang yang mendengarnya akan melirik
dua kali, sesuatu yang mengusik rasa penasaran konsumen dan membuat mereka
tergoda untuk membeli produk atau ide kreatif yang Anda tawarkan.
Program
musik I Like Monday yang dibesut
Yoris setiap Senin malam sewaktu masih di Hard Rock Café merupakan sebuah
oxymoron yang cerdas. Selama ini orang terbiasa dengan tagline ‘I Don’t Like
Monday’ karena Senin diidentikkan sebagai hari pertama masuk kerja dan sangat
membosankan. Namun, Yoris merubah imej tersebut menjadi hari Senin yang
menyenangkan, karena setiap Senin malam orang dapat menonton konser musisi
lokal dengan harga relatif murah dibanding hari lainnya.
Try
Different Angle. Dengan mencoba menganalisis sesuatu dari sudut pandang berbeda,
maka hasil yang kita dapat juga akan berbeda. Contohnya adalah sebuah perusahaan
asuransi yang mengedukasi masyarakat bahwa asuransi tidak sekadar sebuah
kebutuhan tapi sudah dipandang sebagai gaya hidup. Ada juga yang menggabungkan
asuransi dengan layanan tabungan perbankan. Intinya, mereka menjual asuransi
dengan cara pandang konsumen, bukan sebagai penjual.
Be inspired,
don’t copy paste. FedEx merupakan perusahaan ekspedisi logistik terkenal di dunia
yang menggunakan sistem pengiriman barang dengan memakai pusat penghubung untuk
mengirim paket ke seluruh dunia. Misalnya, untuk mengirim barang dari Singapura
ke Bandung, paket tersebut dibawa dulu ke Jakarta, baru dikirim ke Bandung. Sistem
ini terbukti efektif dan efisien karena dilakukan secara jaringan. Ternyata,
FedEx terinspirasi dari Delta Airlines yang menggunakan sistem yang sama untuk
maskapai pesawat mereka.
Same Thing
Different Strokes. Orang-orang kreatif tidak harus menjadi orang pertama yang
menemukan sesuatu. Mereka dapat membuat hal-hal yang biasa dan sudah ada, dengan cara yang tidak biasa. Amazon.com
bukanlah situs pertama di dunia yang menjual sesuatu secara online. namun,
mereka hadir dengan berbagai fitur yang inovatif seperti review and recommendation feature yang memudahkan kita mendapat
masukan dari pembaca buku yang benar-benar user.
Pembaca juga dapat membuka dan melihat isi buku dengan fitur search inside the book. Ditambah sistem one click payment untuk para pelanggan
yang sudah memasukkan data mereka. Sistem ini malah sudah Amazon patenkan.
Saya langsung
loncat ke Part 3 karena part 2 banyak membahas hal yang terlalu teknis. Silahkan
dibaca sendiri saja bukunya, ya? Part 3 dimulai dari Chapter 7 yang diberi judul
Thinking
Out of the Box, Execute Inside the Box. Menurut Yoris, kita boleh saja
berpikir Out of the Box, tapi untuk ekseskusinya wajib ‘di dalam kotak’ dan
sangat terukur. Kreatif tidak asal beda (out of the box) tapi harus disesuaikan
dengan target dan tujuan yang ingin kita capai.
Bertindak inside the box
artinya bertindak sesuai keterbatasan yang ada di dalam box. Box bisa diartikan dengan positioning kita, objective, atau keterbatasan dana yang kita miliki.
Ketika ide
kreatif sudah siap untuk direalisasikan, kita harus membuat planning atas ide tersebut. Kita harus
memulainya dengan menentukan terlebih dulu tujuan
akhir yang ingin kita capai. Setelah itu putuskan bagaimana cara kita
mencapai tujuan tersebut dengan mempertimbangkan sumber daya yang kita miliki
saat ini. Lalu buatlah tahapan pelaksanaan secara realistis mulai dari
persiapan sampai evaluasi dan pelaporan. Berikan tenggat waktu atas setiap
tahapan pelaksanaan ide kita, buat sistem pelaporan atas setiap kemajuan yang
kita buat, evaluasi kembali hasil kerja kita sebelum dibuatkan proposal dan
diajukan ke sponsor.
Chapter 8 dengan judul
Creativity
as a Problem Solver menekankan bahwa kreatifitas yang kita hasilkan
haruslah menjadi sebuah problem solver
dari sebuah permasalahan. Seringkali kita melewatkan sebuah momen yang terlihat
di depan mata. Ketika melihat seorang ibu yang sedang menyisir rambut, seorang
entrepreneur kreatif akan terpikir ide untuk menciptakan sebuah produk baru
sebagai pemecah masalah yang berkaitan dengan rambut. Mungkin ia tertarik
menciptakan shampo, sisir, hair dryer, pewarna rambut dsb atau produk layanan
baru untuk perawatan rambut seperti hair spa, hair rebonding, hair extension,
dll.
Chapter 9 merupakan
chapter terakhir dalam buku ini. Calculated Risk Culture adalah judul
yang dipilih Yoris untuk menutup buku ini. Sebagai seorang entrepreneur
kreatif, kita juga harus mempertimbangkan setiap risiko yang ada. Risiko terbagi
3 jenis yakni; risiko yang sudah diketahui; risiko yang dapat diramalkan; dan
risiko yang di luar dugaan. Mari kita bedah satu per satu.
Risiko yang sudah diketahui adalah risiko yang kita
identifikasi saat melakukan evaluasi terhadap rencana proyek. Risiko yang dapat diramalkan untuk
mengetahuinya, Anda dapat mendatangi orang yang pernah melaksanakan proyek
serupa dengan yang sedang Anda kerjakan saat ini. Risiko di luar dugaan. Jenis ini bisa terjadi tanpa kita prediksi
sebelumnya seperti gangguan listrik, bencana alam, kerusuhan dll.
Risk Culture
as a Habit
Yoris Sebastian
menggunakan rumus 70:20:10 yang berarti 70% selalu ia gunakan secara aman, 20%
untuk sesuatu yang inovatif namun risikonya kecil, dan 10% untuk hal kreatif
berisiko besar.
Contoh yang
ia lakukan adalah mengerjakan 70% untuk proyek aman yang dapat menghasilkan
uang secara stabil agar dapur bisa tetap ngepul. 20% untuk hal inovatif yang
membanggakan dan ada uangnya. Dan 10% bisa dipakai untuk mengerjakan proyek
fenomenal berisiko besar yang-jika sukses-akan dikenang orang sepanjang masa
dan jika proyek itu gagal, toh kerugiannya cuma 10%. Berani mencoba?
No comments:
Post a Comment