Header Ads

Om Teenlit Om

EntrepreneurKreatif.Com-Berhubung ada suatu keperluan, saya terpaksa mewajibkan diri untuk membaca teenlit. Padahal, selama ini saya sangat jarang sekali membaca teenlit-kecuali jaman SMP dulu paling suka baca Lupus, dan akibatnya cerpen saya yang berkisah tentang remaja hasilnya sangat3x jelek. nah, saya nanya seorang teman di Bekasi yang spesialis menulis novel remaja (baca: teenlit) lalu dia merekomendasikan sebuah novel teenlit yang menurutnya bagus dan sudah difilmkan. Karena dia ahlinya, saya percaya aja.


Walhasil, Senin kemarin saya bela-belain melesat ke toko buku di di dalam mall dan hasilnya nihil. Novel tersebut habis stok. Besoknya saya ke perpustakaan provinsi, juga nggak ada novel teenlit karya penulis tersebut. Bukan cuma itu, bahkan nyaris tidak terdapat teenlit terbaru seperti misalnya Fairish (eh, udah lama ya itu) Dear Nathan, Dilan, dan Refrain-nya Winna Effendi. Yang banyak justru novel-novel untuk pembaca dewasa seperti tetralogi Pulau Buru-nya Pramoedya Ananta Toer yang tebalnya saja 400-500-an halaman dengan isi yang tak kalah 'berat' dibanding berat si novel. Tadi pagi saya bahkan mampir ke perpustakaan Kota dan hasilnya sama saja.

Jadi, bisa dibayangkan kalau minat remaja kita (usia SMP-SMA) berkunjung ke perpustakaan-termasuk perpustakaan sekolah, sangat minim. Barangkali salah satu penyebabnya karena buku-buku yang ada sudah 'tua' dan tidak ada buku fiksi yang menarik dan sesuai dengan umur dan minat mereka. Bagi yang tinggal di perkotaan dan punya ponsel android, mereka umumnya mengunggah aplikasi wattpad yang gratis dan dibaca saat jam pelajaran berlangsung. Alasannya? biar nggak ngantuk. Miris, ya?

Saya jadi merenung (yaelah, sok tua amit) barangkali sudah saatnya kita berhenti menyalahkan rendahnya minat baca anak-anak remaja kita karena sebenarnya minat baca mereka sangat tinggi, kok. Yah, minimal setara dengan minat bacotnya. Hahahahanjir!  Buktinya, wattpad laris manis dibaca. Tapi, kenapa mereka ogah ke perpustakaan yang juga menyediakan buku-buku untuk dipinjam gratis dan dibawa pulang? Barangkali-sekali lagi, karena buku-buku di perpustakaan tidak lengkap dan kalaupun lengkap, tidak update. Biasanya itu buku sastra jaman Pujangga Baru masih betah aja nangkring di rak perpus. 

Mungkin sekali-sekali pelajar kita perlu demo di depan Pak Menteri Pendidikan sambil teriak, "Om teenlit, Om," demi memperjuangkan hak mereka mendapat bacaan kece yang lagi happening di toko buku, bukan buku-buku sastra tempo doeloe. Yah, semoga.

No comments:

Powered by Blogger.