Review Novel O
EntrepreneurKreatif.Com-Penulis
spesialis novel kanon, Eka Kurniawan, kembali meluncurkan novel terbarunya pada
Maret 2016 lalu, berjudul O. Ya, benar. Novel itu hanya terdiri dari satu huruf
vokal saja: O. Novel O ini sangat berbeda dengan novel-novel karya Eka
Kurniawan sebelumnya. Novel O seperti kisah fabel modern dengan tokoh utama seekor
monyet bernama O dan pacarnya, Entang Kosasih yang bisa berubah menjadi
manusia. Selain itu, semua binatang dan benda mati pun di-alegorikan dalam
novel ini. Kirik si anak anjing, revolver sang polisi, Manikmaya, tikus
betina yang pintar meramal, burung kakatua, hingga kaleng sarden bekas bisa
berbicara dan bercerita layaknya manusia. Menarik sekali. Di novel ini, Eka
juga terlihat lebih ‘relijius’ dibanding novel-novel sebelumnya.
Di beberapa bagian Eka membawa nilai-nilai
spiritual yang dalam, halus dan tidak menggurui. dia berbicara perihal ibadah
shalat, belajar mengaji dan melakukan kontemplasi keilahian. tersirat memang. tapi
pembaca diajak kembali pada masa kanak-kanak yang pernah semenyenangkan itu di
masa lalunya.
“Ia tidak peduli mereka bisa
melakukan apapun yang mereka inginkan. tapi mereka tak akan menangkap seseorang
hanya karena tidur di waktu tidur, shalat di waktu shalat, dan pergi kerja di
waktu kerja.” (O, hlm. 178)
Jujur, stigma Eka Kurniawan yang
terkenal sebagai penulis novel kanon, membuat saya agak terkejut Eka mampu
menghadirkan nilai islami dalam novelnya. Novel ini juga agak ‘sopan’ dibanding
semua novel Eka sebelumnya.
Di bagian cover belakang hanya
tertulis “tentang seekor monyet yang ingin menikah dengan kaisar dangdut”.
Novel setebal 470 halaman ini
diselesaikan Eka dalam waktu 8 tahun. Sepanjang 2008 sampai 2016. Novel terlama
yang pernah dia tulis. Saking menariknya novel ini, pihak penerbit Gramedia
Pustaka Utama berani mengambil resiko dengan menerbitkan cetakan pertama
sebanyak 15.000 ekslemplar. Wow! Barangkali pihak penerbit terinspirasi dari
kalimat Entang Kosasih kepada pacarnya,
Hidup tanpa resiko adalah hidup yang tak layak dijalani, Sayangku.
Ada beberapa kutipan menarik novel
ini.
"Kau tahu, semua makhluk hidup
dengan alat pembunuh, tanpa itu mereka tak akan bertahan di dunia ini (O, hlm
233)
"Aulia berkeliling menggunakan
topeng monyet dengan monyet (armo gandul) untuk menyebarkan agama islam di
tanah jawa" (O, hlm. 230)
“Ada juga hal yang sabar mendekam :
dendam. Ia bisa menyala berkobar membakar apa saja. di lain waktu, ia
barangkali hanya bara kecil yang terpendam. dendam dilahirkan untuk sabar
mendekam.” (O, hlm. 129)
Eka meramu kisah para tokoh dalam novel dengan apik. Dibumbui kehidupan
masyarakat urban yang akrab dengan bahasa sehari-hari. Pekerja topeng monyet,
Bencong, Sepasang Pemulung, Pengangguran, Mantan teroris, Preman, Polisi,
Tukang Pukul, Penyanyi dangdut ibukota, Kiai kampung, dan Gadis Pekerja
Phonesex (yang juga bernama O) diceritakannya secara tekun dan hati-hati.
Novel ini juga membicarakan tentang
reinkarnasi. perihal ikan yang suatu masa berubah menjadi monyet. perihal
monyet yang suatu masa berubah menjadi manusia, juga manusia yang suatu masa
berubah menjadi binatang lain. Eka bercerita tentang kematian untuk kelahiran
kembali. Juga tentang mitos babi ngepet. Dan, tentu saja, tentang cinta.
“Cinta tak ada hubungannya dengan
kebahagiaan, meskipun cinta bisa memberimu hal itu. aku menderita karena cinta.
dan aku terus menderita karena aku terus mencintai ia yang membuatku
menderita.”(O, hlm. 251)
Adalah Manikmaya, seekor tikus betina
yang mengucapkan kata-kata bijak tersebut kepada O, saat si monyet perempuan bertanya
perihal kekasihnya, Entang Kosasih, yang konon telah berubah menjadi eorang
Kaisar Dangdut. Cinta juga hadir dalam kisah seorang kiai kampung tua yang buta.
“Bukan cinta yang membuat kita buta,
tetapi keyakinan” ujar sang kiai (O, hlm 392)
Lalu Kirik. Seekor anak anjing yang
menceramahi tokoh utama si monyet O.
“Cinta dan ketololan seringkali hanya
masalah bagaimana seseorang melihatnya” (O, hlm. 216)
Tak mau kalah, tokoh utama monyet O
pun membalas.
“Cinta. Kau tak pernah mengerti
cinta. maka kau tak kan mengerti arti tali yang mengikat satu makhluk ke
makhluk lain.” (O, hlm. 400)
Entang Kosasih yang batal menikahi kekasihnya
(monyet O) karena keburu berubah menjadi manusia dan berprofesi sebagai
penyanyi dangdut ngetop itu bahkan sempat-sempatnya mengajarkan kita banyak hal
tentang keberanian bermimpi, ambisi dan keyakinanmeraih mimpi, serta tanggung
jawab. bahwa perubahan tanpa keyakinan yang kuat dan kesabaran yang ekstra
untuk mencapai tujuan adalah omong kosong besar.
Beberapa novel karya Eka bahkan isebut-sebut
berkelas internasional, setara dengan penulis internasional seperti Gabriel
Garcia atau Franz Kafka. Dengan latar belakang pendidikan Filsafat UGM dan
menulis skripsi tentang realisme sosialisnya Pramoedya Ananta Toer menunjukkan
Eka adalah penulis yang tidak sembarangan. Di bagian akhir yang berkisah
tentang Betalumur, pawang topeng monyet yang suka menyiksa O, yang di kemudian
hari berubah menjadi seekor babi ngepet dan tewas mengenaskan, Eka Kurniawan
mengutip kalimat terakhir di novel Animal Farm karya George Orwel. Kiranya,
novel tipis itu telah mengilhaminya menulis alegori setengah relijius ini.
bravo, bro!
No comments:
Post a Comment