Header Ads

Perjalanan Meraih Mimpi Bersama The Alchemist

EntrepreneurKreatif.Com-The Alchemist (Sang Alkemis) karya Paulo Coelho adalah satu-satunya buku/ novel yang saya beli hingga dua kali. Pertama, novel ini pernah dipinjam oleh teman dan tidak dikembalikan hingga saat ini. Akhirnya, terpaksa saya beli lagi.  Novel ini adalah karya Coelho yang paling terkenal di antara karyanya yang lain dan terjual dalam jumlah besar (best seller). Pada buku ini Coelho menuliskan alur penceritaan simbolik yang mendorong pembacanya agar mengejar mimpi mereka.

Novel super keren ini bercerita tentang pemuda Santiago yang berasal dari Spanyol. Ia mencari harta karun di dalam Piramida Mesir, yang mana harta karun tersebut muncul dalam mimpinya tiga kali berturut. Santiago, gembala yang mengikuti suara hatinya itu berkelana mengejar mimpinya. Perjalanan tersebut membawanya ke Tangier serta padang gurun Mesir, dan di sanalah dia bertemu sang alkemis yang menuntunnya menuju harta karunnya, serta mengajarinya tentang Jiwa Buana, cinta, kesabaran, dan kegigihan.

“Mengapa kita harus mendengarkan suara hati kita?” tanya si anak, ketika mendirikan tenda pada hari itu.

“Sebab, di mana hatimu berada, di situlah hartamu berada.”

Demikian selintas percakapan antara Sang Alkemis dan Santiago, anak gembala yang mengikuti suara hatinya dan berkelana mengejar mimpinya. Perjalanan tersebut membawanya ke Tangier serta padang gurun Mesir, dan di sanalah dia bertemu sang Alkemis yang menuntunnya menuju harta karunnya, serta mengajarinya tentang Jiwa Dunia, cinta, kesabaran, dan kegigihan.

Setelah tiga kali mendapat mimpi yang sama, Santiago berfikir untuk mewujudkan mimpi menjadi kenyataan membuat hidup menarik. Lalu ia menemui seorang permpuan di Tarifa, yaitu seorang peramal. Peramal itu berkata, "Kamu harus pergi ke Piramida di Mesir. Aku belum pernah mendengar tentangnya, tapi, bila seorang anak menunjukkannya padamu, artinya tempat itu benar-benar ada. Di sana akan kau temukan harta yang akan membuatmu kaya.”(hlm 18).



Lalu Santiago melanjutkan perjalanannya untuk menuju ke Piramida di Mesir. Tetapi ketika sedang di perjalanan Santiago bertemu dengan orang tua yaitu seorang raja dari Salem. Raja itu mengetahui maksud perjalanan Santiago, yaitu mencari legenda pribadinya. Raja itu akan memberi tahu bahwa harus pergi ke arah mana agar Santiago sampai di Mesir, tetapi Raja itu meminta imbalan dengan memberinya sepersepuluh dari domba yang dimiliki oleh Santiago. Di tengah alun-alun dengan angin yang mulai kencang. Dia tahu angin apa itu: orang menamakannya levanter, karena pada saat itulah bangsa Moor datang dari kota Levant di ujung timur Mediteranea.

 ”Di sinilah aku, antara kawanan dombaku dan hartaku, ” Pikir si bocah. Pada esok harinya, Santiago bertemu lagi dengan Raja tua itu. ”Di mana harta karun itu?” tanya Santiago. ”Di Mesir dekat Piramida.” jawab si Raja. Lalu raja itu memberikan dua buah batu yang tertancap di tengah-tengah penuup dadanya, yang diberi nama Urim dan Thumim.

Setelah sampai di Maroko, Afrika, di sebuah kedai dia bercakap-cakap dengan seorang pemuda yang tidak lain adalah seorang pencuri, dan akhirnya uang yang dimiliki oleh Santiago di ambilnya pergi. Santiago harus pergi ke Gurun Sahara tanpa mempunyai uang sepeser pun, untuk meraih legenda pribadinya. Lalu setelah si bocah berjalan, si bocah menemukan sebuah toko kristal dan akhirnya si bocah bekerja di toko kristal tersebut. 

Pedagang itu memahami perkataan si bocah. Kehadiran si bocah di toko kristal itu merupakan suatu pertanda dan seiring berjalannya waktu dan mengalirnya uang ke laci, dia tidak pernah menyesal telah mempekerjakan si bocah. Dia mendapat bayaran lebih dari semestinya, karena pedagang itu menduga penjualan tidak akan tinggi, dan sebab itu ia menawari si bocah persentase komisi yang besar. Dia mengira si bocah akan segera kembali ke domba-dombanya.”mengapa kamu ingin pergi ke Piramida?” tanya si pedagang kristal itu. ”Karena aku selalu mendengar tentang Piramida.” jawab si bcah, tanpa sedikit pun menyebut mimpinya. Harta karun itu sekarang bukanlah apa-apa selain ingatan yang menyakitkan, dan dia berusaha menghindar dari memikirkan hal itu. ”Aku tidak pernah mendengar ada orang di sini yang mau mengarungi gurun hanya untuk melihat Piramida,” kata si pedagang. ”piramida-piramida itu hanya tumpukan batu. Kamu dapat membuatnya di halaman rumahmu.”si pedagang berkata lagi. ”Bapak tidak pernah bermimpi berkelana.” kata si bocah. ”Bapak hanya ingin menjalankan kewajiban ke lima sebagai seorang muslim, yaitu pergi menunaikan ibadah haji.” jawab si pedagang.(hlm 62).

Setelah beberapa bulan si bocah bekerja di toko kristal itu, lalu si bocah meneruskan perjalanannya untuk pergi ke Piramida. Lalu si bocah bertemu dengan lelaki inggris yang sedang duduk di sebuah bangku panjang di suatu bangunan yang berbau binatang, keringat dan debu. Bangunan ini separuh gudang, separuh kandang. Lalu si bocah bercakap-cakap dengan lelaki Inggris yang sedang mecari seorang Alkemis seperti tertulis di suatu buku.

Alkemis itu termansyur di Arab yang mengunjungi Eropa. Dikatakan bahwa umurnya lebih dari dua ratus tahun. ”Dia tinggal di oasis Al-Fayoum,” tutur temanya itu.”Dan orang-orang bialng umurnya dua ratus tahun, dan bisa mengubah logam apapun menjadi emas.”(hlm 77).

Lalu si bocah dan laki-laki itu pergi melewati gurun untuk pergi ke oasis bersama rombongan Kafilah. Gurun adalah hamparan pasir di beberapa tempat, dan bebatuan di tempat lainnya. Jika karavan terhalang oleh bebatuan besar, ia harus mengitarinya; bila ada daerah bebatuan yang sangat luas, mereka harus mengitari putaran besar. Kalau pasir terlalu lunak bagi kuku-kuku hewan, mereka mencari jalan yang tanahnya lebih keras.

Di saat lain, muncul orang-orang misterius yang berkerudung; mereka adalah orang-orang Badui yang mengawasi jalannya rute karavan. Mereka memberi peringatan tentang para perampok dan suku-suku buas. Suatu malam, suatu penunggang onta mendatangi unggun orang inggris dan si bocah duduk.”Ada isu tentang perang suku,” ungkapnya kepada mereka. Ketiganya terdiam. Si bocah merasakan adanya rasa takut di udara, meski tak seorangpun yang mengatakan sesuatu. Sekali lagi ia merasakan bahasa tanpa kata-kata...bahasa universal.

”Sekali kamu masuk ke dalam gurun, tak ada jalan untuk kembali,” ujar penunggang onta itu. ”Dan, bila kau tak dapat kembali, yang harus kau pikirkan hanyalah jalan terbaik untuk bergerak ke depan. Selanjutnya terserah Allah, termasuk bahaya.”Dan dia menyimpulkan dengan mengucap kata misterius itu: ”Maktub.”(hlm 89).

Di oasis, si bocah bertemu dengan seorang gadis yang bernama Fatimah, seorang gadis yang memikat hati si bocah. Si bocah telah melupakan untuk meraih legenda pribadinya karena ia sudah memiliki satu ekor unta, uang hasil bekerja di toko kristal, lima puluh keping emas dan ia sudah memiliki Fatimah. Di negrinya ia akan jadi orang kaya. Tetapi kata Sang Alkemis semua yang kau punya sekarang bukan berasal dari Piramida. Alkemis itu akan mengantarkan si bocah untuk meraih legenda pribadinya. Dan mereka memulai perjalannya untuk pergi ke Piramida meski sedang terjadi perang suku di gurun tersebut. 

Di hari ke tujuh perjalanannya, Sang Alkemis memuruskan membuat tenda lebih awal dari biasanya. Elangnya terbang mencari buruan, dan alkemis menyodorkan tempat minumnya pada si bocah. ”Kau hampir tiba di perjalananmu,” kata Sang Alkemis. ”Kuucapkan selamat padamu untuk pencarian Legenda Pribadimu.”

”Hanya ada satu cara untuk belajar,”jawab Sang Alkemis. ”Melalui tindakan."

"Mengapa kita harus mendengarkan suara hati kita?" tanya si anak, ketika mereka mendirikan tenda pada hari itu.

"Karena, di mana hatimu berada, di situlah hartamu berada."(hlm 148).

Akhirnya, si bocah tersebut menemukan letak di mana beradanya Legenda pribadinya. Tetapi setelah ia menggali di mana hartanya berada, si bocah mendengar suara kaki. Beberapa orang mendekatinya. Mereka menyuruh si bocah untuk terus menggali, tetapi tidak menemukan apa-apa. Ketika matahari terbit, orang-orang itu menghajar si bocah dan mengambil harta yang dimiliki si bocah.Akhirnya, si bocah mengetahui di mana hartanya berada.

Si bocah  kembali lagi ke gereja kecil dan terbengkalai dengan pohon Sikamor yang masih tegak di Sakritis. Setelah pagi-pagi ia menggali di dasar pohon sikamor dan setelah setengah jam kemudian, sekopnya membentur sesuatu yang keras. Satu jam kemudian, di hadapannya tampak seperti coin emas Spanyol. Juga ada batu-batu berharga, topeng-topeng emas yang dihiasi bulu-bulu merah dan putih, dan patung-patung batu bertatahkan permata. 

Dari sekian banyak orang itu, Sang Alkemis adalah tokoh yang paling penting dalam mengajari Santiago untuk mendengarkan suara hatinya. Sebab, suara hati menjadi pembimbing yang berperan dalam mengambil keputusan dan sebagai kompas  penunjuk dimana harta karun itu berada. Perjalanan itu pulalah yang membawanya menemukan cinta sejatinya: Fatima, gadis gurun yang setia menanti kepulangannya. 

Sang Alkemis telah menjadi salah satu buku yang paling banyak dibaca di dunia. Kisah sederhana yang indah dan menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang, termasuk saya.

No comments:

Powered by Blogger.