Antara Aku dan Dia
EntrepreneurKreatif.com-Sudut pandang dalam bahasa Inggris disebut Point of View
(POV). Dalam cerita fiksi, POV dibagi 3, POV orang pertama tunggal atau disebut
juga ‘aku’, POV orang ketiga tunggal (dia) dan orang kedua tunggal atau ‘kamu’.
Karena yang terakhir itu sangat jarang digunakan, maka tidak akan kita bahas.
POV ‘aku’ dan ‘dia’ mempunyai
kelebihan dan kekurangan. Apa saja perbedaan antara Aku dan Dia? Baiklah. Kita
bahas POV ‘aku’ terlebih dahulu ya, SobatPreneur. Apa saja kelebihan POV ‘aku’
ini? menurut saya, kelebihan menggunakan POV ‘aku’ membuat pembaca lebih
‘masuk’ ke dalam cerita kita dan merasa seolah mereka adalah ‘si aku’ tersebut.
Ini agak sulit jika kita menggunakan POV ‘dia’ atau nama orang/ tokoh.
Kekurangannya? Banyak. Pertama, penulisan ‘aku’ dalam bahasa
Indonesia berbeda dengan penulisan ‘aku’ dalam bahasa Inggris yang sangat
berbeda baik penulisan maupun pengucapannya. Kata ‘aku’ dalam bahasa Inggris
bisa ditulis I atau I am jika menjadi subyek, Me jika di posisi obyek, My untuk
menunjukkan kepemilikan misalkan my book, my pen, dan mine yang berarti
milikku. Sedang dalam bahasa Indonesia hanya bisa ditulis dengan kata aku atau
ku. Diganti dengan kata ‘saya’? wah, lebih parah lagi. Jika tidak hati-hati,
dalam satu paragraf, akan terdapat ‘serangan’ aku seperti contoh berikut.
Aku baru saja
naik ke kelas XI SMA. Di kelas baruku
ini, aku duduk sebangku dengan Yuna,
temanku di kelas X dulu. Aku ditunjuk menjadi sekretaris di
kelasku ini. Aku senang sekali. Aku
tak sabar menjalankan tugasku di
kelas baruku ini. setiap jam
istirahat tiba, aku dan ketiga teman
se-gank-ku, Yuna, Tiar, dan Astrid,
selalu jajan di kantin Mang Ujang. Aku
selalu memesan menu favoritku, mi
ayam.
Coba hitung, ada berapa kata ‘aku’
dan ‘ku’ dalam paragraf di atas? Parah, ya? Solusinya, kata aku tadi bisa kita buang atau diganti dengan kata ‘kami’.
Aku baru saja
naik ke kelas XI SMA. Di kelas baru ini, aku
duduk sebangku dengan Yuna, teman di kelas X dulu. Aku ditunjuk menjadi sekretaris di kelas. Senang sekali. Rasanya
tak sabar menjalankan tugas di kelas baru ini.
Selain Yuna, teman baru di kelas ini ada Tiar dan Astrid. Setiap jam
istirahat tiba, kami berempat selalu
jajan di kantin Mang Ujang. Kami selalu memesan menu favorit
bersama, mi ayam.
NB: batas toleransi maksimal kata yang sama, misalnya kata ‘aku’ ‘ku’ ‘dia/ ia’ atau ‘nya’ dan ‘pun’ dalam satu paragraf hanya boleh EMPAT.
Kedua, jika menggunakan POV ‘aku’ maka semua cerita
dalam karyamu, dikisahkan oleh si ‘aku’ itu. So, berhati-hatilah dalam
menampilkan tokoh. Jika tokoh utama ceritamu adalah anak SD umur 6-9 tahun
misalnya, akan terasa aneh jika ia fasih membahas masalah pelanggaran HAM,
LGBT, kapitalisme, komunisme, perang dunia, politik, dan sebagainya. Kecuali
jika ia benar-benar anak yang ‘istimewa’.
Next, kita masuk pada kekurangan POV
‘dia’. Sebagaimana kebalikan dari kelebihan POV aku, POV ‘dia’ sulit membuat
pembaca larut dalam kisahmu. Sementara kelebihan menggunakan POV ini adalah:
Satu. POV
‘dia’ dapat dengan mudah kita ganti dengan nama orang atau ciri fisiknya. Contoh:
Yuna adalah
siswa baru di SMA Tunas Bakti. Gadis
berambut sebahu itu langsung menarik perhatian siswa lain di kelasnya. Setiap jam istirahat tiba, cewek berkacamata minus itu jarang
keluar kelas. Dia lebih asyik
membaca novel teenlit sendirian di
bangku, sehingga kini seisi kelas sering menjuluki Yuna sebagai ‘teenlit girl’.
Dua. Berbeda,
dengan POV ‘aku’, dalam POV ‘dia’, semua kisah dalam ceritamu, berdasarkan
sudut pandang si penulis, bukan sudut pandang tokoh. Sah-sah saja jika si penulis membuat tokoh
utama anak SD ‘ajaib’ yang fasih membahas masalah pelanggaran HAM, LGBT,
kapitalisme, komunisme, perang dunia, politik, dan sebagainya.
Tiga. Gampang
berpindah POV. Ini berlaku jika tokoh utama lebih dari satu. Untuk lebih
jelasnya, bisa dibaca di sini. Selamat membaca.
No comments:
Post a Comment