Header Ads

Selamat Datang di Jogja, Kota Seratus Kampus

EntrepreneurKreatif.com-Setelah 25 tahun tidak ke Jogja, akhirnya, tepat 30 November lalu, dengan harga tiket seperempat harga normal, saya jadi juga ke kota ini. dari pesawat aja udah kerasa banget kentalnya budaya Jawa. Pramugarinya menginfokan berbagai pengumuman kepada para penumpang dalam tiga bahasa; Indonesia, Inggris, dan Jawa Kromo (Jawa halus). Tiba di bandara internasional Adisutjipto pun, bahasa Jawa selalu berkumandang. Seru!


Rencana saya di Jogja selama 20 hari. Bener-bener liburan, ya? Kalo bisa sih sekalian ke Solo dan Magelang.  Sejauh ini baru muter-muter kota Jogja aja dan ke Pantai Parangtritis (Paris) di Bantul.  Ada beberapa hal menarik yang saya perhatikan di Jogja, terutama bila dibandingkan 25 tahun silam saat saya liburan lulus SD. Ya iyalah, jaoh bingits. Beberapa perubahan itu kayak gini, SobatPreneur. Catet, ya.


Jogja sudah ada apartemen, cuy
Setidaknya ada 3 apartement mewah yang saya lihat di pusat kota saat jalan-jalan keliling Jogja. Kalo hotel?  Jangan ditanya.  Puluhan jumlahnya, belum termasuk guest house dan losmen. 25 tahun lalu baru ada Hotel Ambarukmo yang megah, mungkin setara bintang empat dah.

Banyak Event Seni Internasional
Untuk Desember 2017 saja, setidaknya ada 3 event seni kelas internasional di Jogja. Catet, ya, SobatPreneur. Tanggal 2 November-10 Desember 2017 ini, Biennale Jogja hadir di Jogja National Museum. Penasaran banget pengen ke sana. Pameran ini diadakan oleh Yayasan Biennale (Taman Budaya) Yogyakarta, yang bermarkas di Jl. Sri Wedani No. 1, Ngupasan, Gondomanan, Yogya City.
1-8 Desember 2017 ada Jogja Netpac Asia Film Festival (JAFF 2017) di Jl. Kebunraya Rejowingun, Kotagede, DIY.  Lalu tanggal 10-16 Desember 2017 ada Festival Film Dokumenter di Taman Budaya dan Auditorium IFI-LIP Yogyakarta.



Tambah Padat? Udah Pasti
Long weekend ini (1-3 Des) luar biasa macetnya. Ada Pak Ogah lagi yang sok ngatur-ngatur kendaraan, udah kayak di Jakarta aja. Ujung-ujungnya minta cepek. Cepek, Den! Di luar itu, era disruption wave kerasa banget di pusat perbelanjaan di sini, Ambarukmo Plaza (Amplaz) misalnya. Terlepas dari long weekend, pengunjung antre karena ada diskon gede-gedean di Centro. Hampir semua merek pakaian yang dijual di Centro, memberi diskon mulai 20 hingga 70 persen. Di luar Centro, butik dan distro di Amplaz pun juga memberi potongan harga-meskipun tidak besar-kepada para pengunjung.

Sewaktu keluar dari Centro, saya mendengar seorang pengunjung mall berkata kepada temannya, “Mall sekarang harus kasih diskon besar-besaran, soalnya mereka sudah kalah saing (dengan online shop.” Mesake.

Banyak Kampus Nyempil di Gang Sempit
Serius, menurut saya kampus di Jogja sudah too much. Sampai-sampai di dalam gang sempit pun ada aja kampus swasta yang iseng nyempil di sono. Nama kampusnya nggak jelas, pake singkatan semua. Mungkin statusnya  pun baru TERDENGAR. Kata teman yang lagi lanjut S2 di sana, kampus-kampus berstatus ‘terdengar’ itu untuk menampung para mahasiswa dari luar Jawa yang tidak lulus di PTN dan PTS top semacam UII, Muhammadiyah, Sanata Dharma, Atmajaya, dan sejenisnya. Pokoknya kampus yang bangunannya besar-besar dan biasanya terdiri dari Kampus A, Kampus B, Kampus C-nya itulah ya.

Teman saya bilang, justru karena terlalu banyak kampus swasta kecil yang nyempil di gang sempit begitu (bahkan di Jakarta aja nggak ada) malah menjatuhkan status si kampus sendiri menjadi mirip tempat kursus aja.  Gedungnya cuma siji, kecil, ada di gang sempit pula. Persis les-lesan, yo?
Setelah 25 tahun tidak ke Jogja, akhirnya, semua perubahan drastis yang terjadi di Jogja saat ini seolah berucap padaku, “Selamat Datang di Jogja, Kota Seratus  Kampus.”


No comments:

Powered by Blogger.