Header Ads

FORDEB Adakan Acara Diskusi Publik 'Timbang-Timbang Cagub Kalbar 2018'


Angga Ariska selaku moderator diskusi FORDEB
Acara dihadiri oleh sebagaian besar mahasiswa FISIP UNTAN dan para kaum millenials Kota Pontianak. Acara tersebut menghadirkan empat pembicara yakni Pengamat Sosial Politik Beni Sulastiyo (Bung Ben), Ireng Maulana (Dosen FISIP Untan) Hasan Basrie (Penggagas Subuh Akbar Mujahidin) Budi Rahman (Komisioner Ombudsman Kalbar) dan Qodja Galata. Diskusi ini dimoderatori oleh tokoh pemuda Kubu Raya, Angga Ariska.

BENI SULASTIYO: TOLAK SKENARIO CALON TUNGGAL!

Bung Ben selaku pembicara pertama menyebut, ada indikasi para politisi di Kalbar sedang menskenariokan calon tunggal. Caranya dengan memborong seluruh partai untuk mengusung satu Bakal Calon Gubernur.
“Skenario ini akan sangat menciderai hak demokrasi rakyat Kalimantan Barat. Oleh karena itu, apabila skenario itu benar-benar ada maka seluruh masyarakat Kalimantan Barat harus menolaknya,” geram Bung Ben.

Beni menambahkan, pilkada adalah pesta demokrasi yang harus diorientasikan untuk memberikan kesempatan kepada rakyat untuk memilih pemimpinnya. Maka sangat tidak etis jika para politisi merampas hak politik tersebut dengan hanya menyodorkan satu calon dalam Pilkada. “untuk apa pelaksanaan Pilkada yang dibiayai dengan uang rakyat yang sangat besar, jika rakyat tak diberi kesempatan untuk memilih pemimpinnya?”
Bung Ben mengingatkan para pemimpin partai politik agar memahami esensi pelaksanaan pesta demokrasi. Parpol tak boleh hanya memikirkan kepentingannya dan mengabaikan hak politik warga negara. Menurut Beni cara berpikir seperti ini tidak benar. Cara berpikir seperti ini akan membuat kualitas demokrasi kita menjadi mundur jauh ke belakang. “Oleh karena itu skenario calon tunggal harus kita lawan,” pungkasnya.

IRENG MAULANA: PILGUB KALBAR HARUS KELUAR DARI FRAMING POLITIK ALIRAN

“Pilgub Kalbar 2018 harus bisa keluar dari bingkai politik identitas dan politik aliran. Sudah tak jamannya lagi pemilihan kepala daerah dibawa-bawa kepada keterwakilan entis dan agama. Cara berpikir itu sudah harus kita tinggalkan. Kita harus mampu membawa kultur yang lebih rasional dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah.”
Demikian disampaikan Ireng Maulana, MA, pengamat politik Universitas Tanjungpura yang juga alumni IOWA University Amerika Serikat dalam Diskusi FORDEB malam itu.
Ireng Maulana menambahkan kemajuan sebuah daerah tak ditentukan oleh apa agama dan apa etnisnya. Kemajuan sebuah daerah ditentukan oleh moralitas dan kompetensi para pemimpinnya. “Oleh karena itu saya berharap seluruh politikus dan tokoh masyarakat mulai berani membawa Pilgub Kalbar ini keluar dari framing politik aliran”, ajaknya.
Dalam diskusi yang diikuti oleh 80-an peserta itu, Ireng memaparkan berbagai macam data tentang karakteristik Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Kalbar. Dalam paparannya ia menjelaskan bahwa Cagub Kalbar ini akan diikuti oleh kontestan termuda yaitu Karolin Margaret yang saat ini berumur 35 tahun serta yang tertua adalah Hildy Hamid yang saat ini telah berusia 68 tahun. Umur calon-calon lain berkisar antara 50 tahun ke atas.
Ia juga memaparkan bahwa sebagian besar cagub telah memiliki pengalaman untuk menjabat sebagai top eksekutif di berbagai Kabupaten dan Kota di Kalimantan Barat dan rata-rata selama 2 periode, kecuali Karolin yang baru satu tahun menjabat sebagai Bupati Kabupaten Landak. Selain itu Ireng juga menyampaikan fakta bahwa seluruh calon telah memiliki pengalaman mengelola penduduk antara 100 .000 hingga 600.000 penduduk serta mengelola anggaran antara Rp700 milyar hingga Rp1,5 trilyun. Untuk pengalaman mengelola penduduk dan anggaran ini yang tertinggi adalah Sutarmidji.
Seluruh Cagub rata-rata memiliki pendidikan di tingkat master. “Hampir semua cagub Kalbar memiliki tingkat pendidikan setingkat master, bahkan ada yang memiliki tingkat pendidikan setingkat Doktor. Namun ada pula yang hanya level sarjana”, ujarnya.
Ireng juga menjelaskan para calon gubernur harus mampu menjawab tantangan Kalbar di masa yang akan datang. Mereka harus mampu memikirkan hampir 6 juta penduduk, mampu mengelola anggaran APBD sebesar Rp 4,5 milyar, serta mampu menjawab persoalan pengelolaan sumber daya alam serta menjawab tantangan mengenai bonus demografi dengan jumlah penduduk usia muda yang sangat dominan. “Kemampuan untuk menjawab peluang dan tantangan itu tak ada hubungannya dengan latar belakang etnis dan agama. Melainkan ditentukan oleh pendidikan, kompetensi dan pengalaman para calon gubernur,” ujarnya.

HASAN BASRIE: PEMILIH MUDA JANGAN CUEK BEBEK
"Dalam perhelatan Pilgub Kalbar nanti para pemilih muda harus aktif turut terlibat dalam pesta demokrasi. Para pemilih pemula jangan sampai golput. Salurkan hak pilih sesuai dengan hati nurani."
Demikian yang disampaikan oleh Hasan Basri, Penggas Subuh Akbar Kalbar dalam kegiatan Diskusi FORDEB. Hasan Basrie mengatakan bahwa dalam perhaltan Pilgub Kalbar politik aliran masih belum bisa kita elakkan. Namun ia menambahkan bahwa dalam hal memilih calon pemimpin tersebut tetap pula harus mempertimbangakan kompetensi, dan pengalaman. “Kita tak boleh asal pilih dalam pemilihan Gubernur Kalbar nanti. Kita harus memilih yang terbaik”, ujar Hasan Basrie.

QODJA GALATA: AKHIRI ERA PATRONASE POLITIK
Kemajuan Indonesia mengalami hambatan karena masih dominannya kultur patron-client di masyarakat kita. Karakter hubungan patron-client itu terjadi di segala lapisan masyarakat. Dalam bidang pertanian dan perikanan ada hubungan antara petani/ nelayan sebagai klien dan tengkulak sebagai patron-nya. Dalam bidang perdagangan terjadi patronase antara pedagang grosir dan pedagang eceran. Dalam bidang pemerintahan terjadi patronease antara borkrasi sebagai patronnya dan kontraktor sebagai clientnya. Sedangkan dalam bidang politik terjadi patronase antara figur nasional dengan anggotanya. Patronase ini yang sangat menghambat kemajuan peradaban bangsa.
Demikian yang disampaikan Qodja Galata, pengamat budaya dalam Diskusi FORDEB yang mengusung tema Timbang-timbang Cagub Kalbar 2018 itu menambahkan, sudah saatnya anak-anak muda tampil untuk mengugat praktek patron-client dalam segala bidang itu. “Harus ada perbaikan dan kemajuan, termasuk dalam Pilgub Kalbar 2018”, ujarnya.
Walaupun akan sangat sulit merubahnya, namun tradisi patron-client ini sangat merugikan dalam proses regenerasi kepemimpinan bangsa. “Masak dari persoanal tani, nelayan, perdagangan, tata pemerintahan hingga pilkada hanya ditentukan oleh segelintir orang saja. Ini tidak baik”, ujar Qodja. Oleh karena itu, qodja mengingatkan agar kite tetap dapat terus mengawal berjalannya proses Pemilihan Gubernur Kalbar ini. Jangan sampai nasib daerah di masa yang akan datang hanya ditentukan oleh satu atau dua orang saja, pungkasnya.

BUDI RAHMAN: CAGUB MISKIN KONTEN
Mantan aktivis mahasiswa yang kini menjadi Komisioner Ombusdman Kalbar, Budi Rahman, tampil sebagai pembicara terakhir. Ia mengatakan, konten komunikasi bakal calon gubernur Kalbar hampir semuanya tak memiliki isi pesan yang visioner, dan jelas. Isi pesan mereka tak mampu memberikan harapan bahkan terkesan sangat kuno. Hal ini menjadikan kita sebagai anak muda sangat prihatin.
Dengan banyolannya yang khas Budi Rahman menyatakan jargon-jargon yang digunakan oleh para Bakal Calon Gubernur itu bahkan lebih tua dari pertarungan antara dinasti syailendra versus dinasti Sanjaya di tanah jawa ribuan tahun yang lalu. Dan banyolan sarkasme yang cerdas Budi mengambil contoh tentang tagline “kita semua bersaudara” yang diusung oleh salah satu calon. “Emangnya kita ini mau berkelahi, emangnya kita sebelumnya tak bersaudara, emangnya kita seblumnya bermusuhan?” tanya Budi, diringi tawa renyah peserta diskusi.
Namun demikian, Budi Rahman menghargai slogan-slogan kuno yang masih diusung oleh para figur. Budi Rahman juga mengatakan bahwa proses komunikasi pilgub Kalbar nanti sudah semestinya lebih maju dari apa yang terjadi sebelumnya. Jika dulu kita terjebak dalam issue politik identitas dan politik aliran, semestinya pilgub 2018 nanti kita bisa lepas dari isu tak berguna itu. Kita harus lebih smart dalam pilgub Kalbar. “Masak ponselnye udah smart, sehingga disebut smartphone, tapi yang punya handphone tadak smart-smart,” kritiknya.


No comments:

Powered by Blogger.