Header Ads

Eka Kurniawan dan Minat Baca Bangsa Kita yang Melorot

EntrepreneurKreatif.Com-Apa hubungan antara novelis Eka Kurniawan dan minat baca bangsa kita yang melorot? Tentu ada. Meskipun sebagai bangsa yang-katanya-beradab ini, barangkali kita (pura-pura) tidak mau mengakuinya. Sudah pernah baca novel karya Eka Kurniawan? Saya sudah baca 3 di antaranya, dan salah satunya yang paling fenomenal dan melambungkan nama Eka Kurniawan, tentu saja nangkring di lemari buku saya. Yup. Apalagi kalau bukan novel kanon best-seller berjudul Cantik Itu Luka. SobatPreneur sudah baca? Kalau belum, coba baca cuplikannya di goodreadsindonesia atau searching aja ya. Novel laris itu sudah diterjemahkan dalam bahasa Jepang, Malaysia, dan akan segera terbit dalam bahasa Inggris. Novel terbitan Gramedia Pustaka Utama itu hingga Juni 2016 lalu telah dicetak sebayak sepuluh kali. Jika standar penerbit sekelas Gramedia untuk sekali cetak sebanyak 5.000 eksemplar saja, maka dari Mei 2004 hingga Juni 2016 novel  hot setebal 479 halaman itu telah terjual sebanyak 50.000 buah. Harga satu buah novel ini d Toko Buku Gramedia Pontianak dibanderol di atas seratus ribu rupiah. Anggaplah pas Rp 100.000, maka keuntungan yang diterima penulis hingga saat ini (kita anggap royalti penulis sebesar 10%) sebesar Rp 500 juta. Lumayan buat beli cireng, gan. Itu baru dari satu novel saja loh.

Novel karya Eka lain yang sudah saya baca-tapi tidak beli-berjudul Manusia Harimau dan Sebagaimana Rindu, Dendam Juga Harus Dibalas Tuntas. Membaca novel karya Eka, memori saya seperti kembali ke masa 80-an silam, tepatnya ke novel-novel karya Freddy. S, Edi D Iskandar, dan yang sejenis itulah pokoknya. Bisa dibilang, Eka yang lulusan Filsafat UGM ini adalah re-inkarnasi mereka, versi lebih cerdas dikit. Haha!


Kembali ke pertanyaan di atas, memang ada ya hubungan antara novelis Eka Kurniawan dan minat baca bangsa kita yang melorot? Atau jika pertanyaannya diganti menjadi ini: bagaimana cara meningkatkan minat baca di kalangan anak muda (khususnya pelajar dan mahasiswa) Indonesia, jika buku-buku sastra di perpustakaan sekolah kebanyakan buku-buku angkatan Pujangga Baru yang sangat tidak up-2-date dengan selera terkini, yang kertasnya sudah pada dekil, bahasa dan isinya ‘berat’ serta tebalnya menyaingi kotak sepatu itu?

Coba perhatikan pengunjung perpustakaan daerah di kota Anda, selain para mahasiswa semester akhir yang sedang menggarap skripsi sehingga ‘terpaksa’ mencari literatur gratis di sana, sisanya adalah anak muda jomblo kurang update. Kalo dalam sinetron khas IndonEsia biasanya ciri tersebut distigmakan dengan kacamata minus ala idiot, dan yang perempuan biasanya ditambah dengan rambut kepang dua yang memuakkan itu. Kenapa nggak sekalian dikasih dot bayi aja sekalian?

Jangan harap anak muda sok keren macam Young Lex atau Awkarin yang minat bacotnya jauh di atas minat baca itu mau mampir ke perpus. Memang nggak bisa disalahin juga sih. Kecuali kalau di perpusda atau perpus sekolah terpampang dengan manis novel-novel karya Eka Kurniawan, Ayu Utami atau antologi cerpennya Djenar Maesa Ayu, yang dijamin bakal sangat merangsang minat baca kawula muda harapan bangsa kita #tsah.


Bangsa kita yang memang malas membaca ini, semakin menjauh dari buku sejak menjamurnya video game dan kini gadget super canggih. Semakin melorotlah minat baca generasi millenials kita, persis kayak kolor yang karetnya udah pada kendor. Mesake bangsaku, kata Pandji Pragiwaksono.  Haruskah harapan terakhir itu kita sandarkan pada novel-novel stensilan di atas demi menggerek minat baca kaum terpelajar di negeri ini agar minimal setara dengan minat bacot mereka? Ach!

No comments:

Powered by Blogger.