Header Ads

Pentingnya Menyimpan Naskah

EntrepreneurKreatif.com-Saya baru merasakan betapa pentingnya menyimpan naskah lama, baik novel (jumlah halaman minimal 100), novelet (sekitar 40-50 halaman), maupun nonfiksi (minimal 100 halaman) di awal 2017 ini. Akhir 2016 silam, saya dan dua orang teman dari FLP Kalbar, terpilih mengikuti Proyek 101 Menulis Buku dari penerbit lokal Pustaka Rumah Aloy, Pontianak. Mulanya, pihak mentor dari Rumah Aloy meminta saya mengembangkan cerpen dengan nuansa lokalitas (bukan lokalisasi loh ya) yang sangat kental sebanyak 5 halaman kuarto itu menjadi sebuah novel. itu berarti saya harus menambah 95 halaman lagi dalam waktu 101 hari atau sekitar 3 bulan. Awalnya saya menyanggupi bahkan sempat satu kali turun langsung guna riset lapangan ke Beting. Tapi karena di akhir tahun kemarin ada beberapa proyek penulisan juga yang harus saya garap, akhirnya saya menyerah (mohon maaf, Bapak Mentor dan Penerbit). Saya takut tidak terkejar hingga deadline berakhir. Karena merasa tidak enak hati, maka saya harus menggantinya dengan cerita lain yang minimal 100 halaman, sesuai standar buku fiksi dan nonfiksi penerbit Indonesia.


Beberapa hari lalu, saya bongkar-bongkar flasdisc lama saya dan ternyata ketemu dua naskah yang sudah ready. Satu fiksi dan satu lagi nonfiksi. Tapi setelah saya baca ulang, sepertinya naskah novel saya lebih cocok untuk diikutkan kompetisi yang diadakan penerbit yang lain saja. Akhirnya pilihan jatuh pada naskah nonfiksi saya yang sepertinya cocok dengan kriteria Pustaka Rumah Aloy. Bahkan sudah ada cover buku, kata pengantar, ucapan terima kasih, dan daftar isinya loh. Warbiasa, ya? tinggal di print-out saja.

Pentingnya Menyimpan Naskah

Pentingnya Menyimpan Naskah, baik fiksi (novel, novelet/ cerbung) maupun nonfiksi akan sangat terasa sekali ketika ada lomba/ sayembara novel atau cerbung (biasanya rutin diadakan Majalah Femina setiap tahun). Normalnya, batas waktu sayembara novel selama 3 bulan. Bayangkan jika Anda harus menulis dari nol, apa bisa terkejar dalam waktu sesingkat itu? Belum lagi dihitung lamanya pengiriman naskah, jika menggunakan pos. Terutama seperti saya yang memang belum pernah menerbitkan novel sama sekali, tentu sangat memberatkan. Menulis novel sangat berbeda dengan menulis cerpen yang cuma 6-8 halaman itu. 

Dalam menulis novel atau novelet (cerbung) kita akan diminta membuat sinopsis (biasanya 1-2 halaman) yang menggambarkan secara lengkap is cerita yang akan kita tulis, karena penerbit tidak punya waktu buat membaca naskah Anda setebal 100 halaman. Maka, buatlah sinopsis selengkap mungkin. Jangan ada yang disembunyikan dari penerbit. Burai saja semuanya. Selain itu, dalam menulis novel juga biasanya tokohnya lebih dari satu orang agar cerita tidak monoton. Bahkan ada penerbit yang sampai meminta outline lengkap.



Karena itulah, bagi saya menyimpan naskah lama menjadi begitu penting untuk menghadapi lomba kepenulisan (fiksi) seperti itu. Karena menulis sebanyak 100 halaman dalam waktu hanya 3 bulan tentu bukan pekerjaan gampang, apalagi bagi pemula seperti saya. Itu belum termasuk riset (apa jadinya novel tanpa riset?), mengedit EYD yang berantakan-termasuk menghapus dialog-dialog ping-pong tak berguna, print-out, dan terakhir mengirimnya via post yang memakan waktu 1-7 hari. Bayangkan, naskah novel dan buku nonfiksi saya yang bisa dibilang 80% sudah jadi saja masih perlu diedit ulang EYD nya. Khusus naskah fiksi/ novel, banyak dialog ping-pong yang harus saya cut.

Seorang teman di FLP Kalbar selalu rajin menulis 'cerpen' setiap kali ia mendapat ide. Ada beberapa cerpen sekitar 6 halaman yang ceritanya berbeda satu sama lain. Ketika saya tanya, kenapa cerpen-cerpen itu tidak dikirim ke media? Ia menjawab, "Ini bukan cerpen. Saya sengaja menulis cerita fiksi yang rencananya akan saya jadikan naskah novel. Jadi, kalau ada lomba novel, saya tinggal edit dan disambungkan saja." Smart, ya? SobatPreneur tertarik mencoba? 

No comments:

Powered by Blogger.