Header Ads

Maunya Lucu Malah Jadinya Garing.

EntrepreneurKreatif.Com-Maunya Lucu Malah Jadinya Garing. Itulah kesan saya terhadap film The Wedding & Bebek Betutu yang saya tonton beberapa hari lalu di layar kaca. Iya. Layar kaca alias via salah satu stasiun tivi. Bukan di layar lebar aka bioskop. Alasannya simpel. Tentu saja karena saya tidak mau membuang uang yang lumayan mahal untuk menonton film super garing itu. Apalagi harga tiket di studio XXI Pontianak termasuk mahal jika dibandingkan di Jawa, misalnya. Barangkali karena saat ini doi cuma the one and only theater di Pontianak. Kapan dong nih mo nambah adek? #eh.

Bayangkan saja, di hari biasa, Senin-Kamis HTM Rp45.000. Hari Jum’at HTM Rp50.000 dan Sabtu-Minggu Rp 60.000. mending beli DVD bajakan aja, ya? Ups! Walhasil, saya menonton Film Bebek Betutu itu di  siang hari, saat iseng mencet tombol remote tivi. Tentu saja sambil mengetik artikel di rumah, yang niatnya kalau sempat ke luar mo mampir ke kafe yang ada wi-fi gratisan buat publish tulisan di blog ini. jadi, sepanjang siang sampe sore saya menonton film itu yang menurut saya asli garing banget. Genrenya nggak jelas, bo’. Ditulis sih genre: komedi; drama, tapi yah gitu deh. Mo komedi tapi nggak lucu. Drama romantis nggak juga. Horornya juga ‘nanggung’. Pokoknya asli deh bikin bête.

Film yang disutradarai Hilman Mutasi  dan penulis skenario Hilman Mutasi, S. Tomo, dan Tantri Arinta ini menampilkan aktor dan aktris yang buat saya lucunya ‘nanggung’. Ada Tora Sudiro, Aming, Edric Candra, Omesh, Sogi Indra Dhuaja, Ronald Surapradja, dan Indra Birowo. Sedang aktris utamanya Mieke Amalia, Tike dan TJ (baca:Tije). Serasa nonton X-travaganza ya? Karena kabarnya film ini memang jadi ajang reuni para pemeran X-travaganza dulu. Film ini juga diproduseri Mieke Amalia eks pemain X-travaganza yang juga istri Tora Sudiro.

Cerita mengambil setting di sebuah hotel super mewah di Bandung milik Mieke Amalia dan Ronald Surapradja sebagai Rama Sastranegara (orangtua Lana). Lana (diperankan oleh Adinda Tomas ) ini pacarnya Dimas (diperankan Omesh) yang bentar lagi akan menikah. Kedua orangtua Lana menginginkan pesta sesuai adat Barat, sedang kedua orangtua Dimas (diperankan Indra Birowo dan TJ) kekeuh ingin memakai adat Jawa.  Mereka juga ingin mencicipi Bebek Betutu buatan chef hotel (Tora Sudiro). Yang membuat Tora dan Edric Candra pergi ke sebuah perkampungan di Jawa Barat untuk mencari Bebek Betutu asli. Mereka akhirnya tiba di sebuah gubuk milik seorang nenek berwajah seram (yang ternyata hantu).



Sementara itu, Omesh yang menginap di hotel milik calon mertuanya menjelang pernikahan, mengadakan bachelor party di malam sebelum pernikahan. Ia tidur dengan seorang sexy dancer dan ternyata direkam oleh karyawannya Aming yang berniat jahat menggagalkan pernikahan mereka. Singkat kata, pesta akhirnya berlangsung sesuai adat Barat yang memang diinginkan Lana dan kedua orangtuanya, lengkap dengan ‘adat’ lempar bunga oleh kedua mempelai kepada para hadirin.

Yang bisa saya simpulkan dari film ini

1.   Film ini adalah film komedi yang gagal. Saya-dan barangkali juga penonton lain-tidak tertawa sedikit pun sepanjang cerita. Beda sekali dengan film My Stupid Boss yang asli bikin ngakak. Film itu saya nonton di bioskop lho, dan saya tidak menyesal sama sekali.

2.   Tidak ada pesan moral sama sekali yang bisa diambil. Lagi-lagi jika dibandingkan dengan My stupid Boss yah emang jauh lah ya kualitasnya. Sekonyol-konyolnya My Stupid Boss, tetap ada pesan moral di akhir cerita.


3.   Promosi budaya (negatif) Barat secara berlebihan. Acara pernikahan dengan adat Barat yang (katanya) modern sampai mengalahkan adat Jawa, dan ada acara bachelor party segala yang menurutku sungguh luar biasa. Entah ada maksud tertentu apa sang sutradara atau penulis skenario menonjolkan budaya Barat  di dalam film. Mau menyindir kaum urban? Kok rasanya (lagi-lagi) nanggung, ya? Beda dengan Arisan-nya Nia Dinata yang cukup telat menyindir kelakuan kaum urban dan para sosialita ibukota. Film Arisan tidak bergenre komedi, tapi saya sangat terhibur bahkan tertawa melihat kekonyolan para sosialita itu.

4.    Mungkin satu-satunya 'pesan moral' yang bisa saya serap dari film berdurasi 110 menit ini adalah: ternyata memang tidak mudah membuat sebuah film komedia yang cerdas. Film yang membuat penonton terpingkal-pingkal tapi sekaligus dapat mengambil hikmah darinya, meski tersirat.


Tulisan ini memang sangat subjektif. Saya bukan seorang film maker mau pun penulis skenario film. Saya hanyalah seorang penonton yang merasa miris dan prihatin dengan mutu film Indonesia yang serba ‘tanggung’ sepeti film ini. Maunya Lucu Malah Jadinya Garing

No comments:

Powered by Blogger.