Header Ads

CERPEN: IN THE NAME OF JOMBLO

In the Name of Jomblo
Vivi Al-Hinduan



Di sebuah kost-kostan, terdengar suara cempreng sedang berdendang.

Do! Doakan aku wisuda/ Re! Relakan aku sarjana/ Mi! Misalkan aku frustasi/ Fa! Fastikan kau menyemangati/ So! Soal revisi sudah biasa/ La! Lama-lama kelar juga/ Si! Siapa sih yang nggak mau wisuda? Do! Doa dan dukunganmu jangan putus, ya?
Dan terdengarlah gedoran kencang dari kamar sebelah, disertai teriakan marah,
Woy! Ngigau ya? Ini baru jam tiga subuh, tau! Lagian, emang kamu punya pacar?”

Kenalkan, namaku Vicky. Muhammad Fikri, lengkapnya. Aku seorang jomles, tepatnya, jomblo dan sekaligus jobless. Setiap pagi, kerjaku cuma menuang segelas kopi instan panas, lalu duduk di depan notebook tuaku sambil main games Kodok Zuma. Ngenes banget, ya? Tapi itu dulu. Sekarang? Tetap. Aku kuliah angkatan semester banyak, sekarang lagi skripsi. Puyeng. Kuliah nggak kelar-kelar. Kerja juga nggak ada. Pacar? Apalagi. Jones total deh.
*****
Vic, nanti malam ada pementasan teater di auditorium. Mia akan bacain puisi. Dia bilang, puisi itu adalah jawaban waktu kamu ‘nembak’ dia minggu lalu.”
Hah? Jawabannya lewat puisi, Jon?”
Yo’i bro, tadi Mia pesan, kamu harus datang nanti malam. Aku temanin deh.”
Oke.”

Malamnya…
Aku dan Jonas tak sabar menanti momen yang satu ini. Perlahan, muncullah sosok seorang gadis berjilbab hitam di atas panggung. Manis sekali. Pakaiannya sopan, dengan jilbab lebar menutupi dada, dan rok panjang yang lebar. Dengan tenang, ia membuka gulungan kertas di tangannya, dan membaca dengan suara lantang.
Untuk seseorang yang ada di sini malam ini, puisi ini saya persembahkan.”
Aku langsung dilanda tsunami ge-er. Bagaimana tidak, dari sekian ribu mahasiswa di universitasku, akulah yang terpilih menjadi pacar si jilbaber cantik berkacamata minus itu. Mia mulai membaca puisinya yang ia persembahkan untukku. Hanya untukku.
Mia membaca puisinya, Atas nama jomblo, aku bersumpah. Aku tak mau menjadi seperti hape touchscreen. Setelah puas disentuh, diraba, dielus, dicium, giliran rusak sedikit, langsung kau jual murah. Atas nama jomblo, aku bersumpah, maafkan aku yang belum siap menyelipkanmu dalam lembaran hidupku.”
Serentak, aku dan Jonas saling berpandangan dan berkata, “Anjiirr!”
*****
Kadang hidup ini enggak semulus pahanya Nikita Willy. Dan kesempatan yang ada tidak seluas jidatnya Christina Ricci. Itu pesan yang selalu kuingat dari Mbah Suweng, seorang kakek jomblo tetangga sebelah kost ku. Mbah Suweng yang berumur akhir enam puluhan itu selalu memanggilku dan teman-teman se-kostku dengan sebutan Kisanak, mungkin ia keseringan baca serial Wiro Sableng. Mbah Suweng punya masa lalu yang kelam. Mantan copet, jago nyantet, sampai suka ngepet pernah ia lakoni.
Woles aja, Kisanak.Mbah aja udah umur segini masih perjaka tulen. Mahal loh harganya.”
Masak sih ndak ada satu cewekpun yang naksir Mbah? Mbah kan mantan pejuang. Patriotik banget.”
Mbah terdiam sesaat, sebelum melanjutkan,
Hmm..dulu ada seorang perawat, namanya Leha, alias Levita Hasibuan. Cantik kayak Lulu Tobing. Mbah demen.”
Terus, Mbah?”
Yah, gitu deh. Dia ternyata sudah punya tunangan. Tentara. Kalah saing dong si Mbah, Kisanak.”
Yah, nasib.”
Tapi tahun lalu waktu si Mbah ketemu si Leha, dia bilang suaminya yang tentara itu sudah meninggal lima tahun silam.”
Wah, boleh tuh Mbah.”
Boleh apa?”
Balik lagi sama Leha.”
Ndak mau ah. Terakhir waktu si Mbah ketemu, dia udah kayak cabe-cabean keriput.”
........”
*****
Sebenarnya aku pernah sekali pacaran, waktu semester tiga. Teman-temanku bilang, sayang kalau ketampanan sistemik yang kumiliki ini sia-sia. Maka mereka sepakat mengenalkanku dengan seorang cewek yang ngekost tak jauh dari kost-kostan kami. Namanya Ruri. Kecantikannya holistik. Malam itu, dengan niat pedekate ke kostnya, aku meminjam vespa butut Supardi, teman kostku, yang juga teman satu kampus Ruri.
Cari siapa, Mas?”
Ruri ada?”
Pacarnya, ya?”
Bukan. Cuma teman, kok.”
Boong. Pasti pacarnya.”
Idih, kepo banget. Sotoy lagi.
Oke, bentar, ya?”
Lima menit kemudian, dari lantai atas, turun seorang cewek berkulit coklat sehat, dengan muka semulus motor bututku yang baru dicat ulang. Ruri memakai daster tipis. Busyet dah! Benar-benar holistik. Kayak habis operasi plastik. Aku langsung pasang senyum tiga jari dua senti ala para sales person.
Kamu pasti Vicky ya, yang temannya Pardi?”
Yup.Bener banget.”
Duduk di luar, yuk.”
Oke.”
Kami duduk di teras kostnya. Tiba-tiba smartphone Ruri berbunyi. Sepertinya sebuah pesan masuk ke smartphonenya.
Ih,sebel deh! Dasar iseng! Ruri paling sebel kalo anak-anak suka ‘gigibiru’ gambar-gambar porno kayak gini.”
Gigi biru? Maksudnya?
Iya. Bluetooth, tau!”ujar Ruri sambil menghapus gambar kiriman itu. Ia kembali melanjutkan,
Kami di Sastra Indonesia itu diwajibkan oleh dosen untuk berbicara bahasa Indonesia yang baik dan benar setiap hari di kampus. Kami sebisa mungkin mengartikan bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia.”
Oo..”aku bengong.
Malam-malam berikutnya, sejak kami resmi pacaran, aku mulai sering ngapelin Ruri di kostnya. Dan malam itu adalah malam ulang tahunku dan tepat sebulan kita jadian. Aku pengen banget dapat hadiah istimewa dari pacarku. Aku duduk dengan sabar di kursi depan kost Ruri.Kostnya sepi. Semua temannya pada keluar dengan pacar mereka masing-masing.Tak lama, Ruri turun dari kamarnya dan menghampiriku.Malam itu dia kelihatan seksi sekali, dengan baju birunya yang tipis dan celana pendeknya. Tiba-tiba, pikiran nakal berkelebat di otakku. Mumpung sepi, batinku.
Beib, met ultahya.”
Hadiahnya mana?”
Mau hadiah apa?”
Cium aku dong.”
Ruri mengecup pipiku.Terasa lengket dan basah. Seperti waktu aku dicium lumba-lumba di Dufan waktu aku kecil dulu.
Yah, masak cuma pipi? Bibir dong.”
Ih, nggak mau ah.”
Ayo dong, Yang. Nggak ada yang liat, kok. Nyante aja.”
Ruri ragu sejenak.
Kalo nggak mau kita putus aja, deh.”
Ih, kok kamu gitu sih, beib? Tega banget.”
Makanya, cepetan.Ntar mereka keburu pulang.”
Dan bibir kami saling berdekatan, siap berpagut. Tiba-tiba terciumlah bau amis yang aneh dari bibir pacarku. Spontan, aku menarik bibirku menjauhi bibirnya.
Kenapa, beib?”
Eeng, kamu habis makan apa sih? Kok baunya aneh?”
Oh, sori. Barusan aku habis makan sambal goreng belut. Aku beli di kantin yang baru buka itu loh. Enak banget. Kamu mau? Masih ada separuh di kamarku.”
Kamu kok...cantik-cantik hobinya makan belut?”
Baru tau ya? Udah lama kok. Ibuku di kampung suka masak belut goreng kesukaanku.Kadang dibikin kerupuk.”
Dan seketika perutku mual. Jadi, lengket dan basah di pipiku ini bekas si belut itu?
Sori, aku pulang dulu ya. Perutku mulas nih.”
Besoknya, seharian nafsu makanku hilang. Dan bau amis bekas sambal goreng belut itu tidak hilang-hilang.
***
Busyet tuh dosen! Pake rok ‘setengah tiang’, sob!”
Waduh, aku mau dong jadi tisu WC nya.Sumpit dah!”
Eh, sekarang jadi rajin ke kampus lagi ya, Bang? Mentang-mentang ada dosen seksi.Cakep lagi.”
Aku terpaksa, nih. Kalau bisa kubuang, udah kubuang mata kuliah ini. Masak aku ngulang sampe tiga kali?”
Masak sih, Bang? Abang ngulang Metodologi Penelitian sampe tiga kali?”
Bukan ngulang, sih. Pendalaman materi.”
Yaelah..ngeles lagi.”
Kok sampe ngulang, Bang? Tiga kali lagi?”
Soalnya yang pertama aku dikasih E sama Pak Umam gara-gara ngetawain kaos kakinya yang beda warna. Tahun depan nya aku ngulang lagi sama Pak Umam, dikasih D. Sekarang terakhir kali aku ngulang. Dikasih C aku terima deh, daripada nggak bisa skripsi.”
Tenang aja, Bang. Pak Umam sekarang lagi lanjut S3 di Jerman. Ibu Ike yang cakep ini yang gantiin dia sekarang.”
Dengar-dengar sih masih jomblo.”
Masak sih?”
Iya, Bang, pacarin aja sekalian. Siapa tau bisa dapat A.”
*****
Malamnya di kamarku
Sob, tadi aku chat sama teman di Facebook. Dia juga sering komentar di blogku. Dia tertarik menerbitkan tulisan-tulisanku di blog ke dalam buku,” kataku.
Wah, cakep lu. Keren! Mo bikin teenlit ya, Vic?” tanya Jonas.
Bukan teenlit. Kalo kisah nyata namanya pelit, personal literature.”
Tulisan tentang apa, Vic?” Dewa nimbrung.
Tentang kesialanku selama ini. Kuliah nggak kelar-kelar. Harus ngulang Metodologi Penelitian sampe tiga kali. Terancam drop out. Dan sampe sekarang masih jomblo.”
Keren tuh, Vic. Kapan mau diterbitkan?” tanya Dede.
Belum tau. Aku aja lagi pusing mikirin nama penaku. Masak Muhammad Fikri? Biasa banget. Ada saran nggak?”
Tiba-tiba, Mbah Suweng, yang sedari tadi cuma diam sambil ngemut kacang, menyahut,”Gini aja, Kisanak. Kisanak kan jomblo permanen sekaligus jobless. Si Mbah saranin Kisanak pake nama pena Vicky the Jomless. Gimana?”
Trus judul pelit yang keren apa ya? Saran dong, sob.”
The Journey of Jomblo aja, Vic,”saran Dedi.
Yah, kayak backpacker jomblo aja. Nggak asik banget.”
Jomblo kepincut suster ngesot,” saran Ivan.
Emangnya aku mo bikin cerita horor kacangan?”
Kisanak, Si Mbah kasih saran boleh?”
Boleh, Mbah. Boleh banget.”
Gimana kalo judulnya In the Name of Jomblo aja. Piye to?”
Kami semua setuju. Dan malam itu, aku mulai menulis sampe subuh. Pada halaman pertama aku menulis kalimat: Buat semua cewek yang pernah nge-kost di hatiku, maupun yang cuma numpang lewat, personal literature perdanaku ini kupersembahkan.

Enam bulan kemudian...
Suasana toko buku terbesar di kotaku itu begitu semarak. Dan akulah pusat dari semua kesemarakan itu. Hari ini aku dan penerbitku melaunching pelit perdanaku, In the Name of Jomblo. Beberapa pembeli berbaris rapi, rata-rata ABG cewek. Mereka mengantri untuk mendapatkan tanda tanganku. Aku merasa seperti seorang sarjana yang akhirnya diwisuda juga. Untuk menambah kemeriahan acara, aku menyuruh Mbah Suweng dan Jonas membeli snack untuk pengganti makan siang kami. Maklum, royaltinya belum cair.
Setelah acara usai, aku menghampiri teman-teman yang sudah menunggu di kafe. Aku memesan cappuccino kesukaanku.
Snacknya mana, Mbah?”
Mbah Suweng melempar sebungkus snack ke atas meja.
Aduh, Kisanak. Gigi si Mbah hampir copot gara-gara snack sialan itu.”
Iya,Vic. Nyesel banget belinya. Habis kita buru-buru sih, main sambar aja,” kata Jonas.
Jangan dimakan, Vic. Rasanya aneh,” sahut Dedi
Penasaran, aku melihat bungkus snack itu. Tertera tulisan dengan huruf besar SNACK BELUT GORENG dengan merek yang sangat kukenal: GIGI BIRU.
Pontianak, 2 April 2014


No comments:

Powered by Blogger.