Header Ads

Memotret Pembangunan Infrastruktur, Pariwisata dan Telekomunikasi di Kalimantan Barat

EntrepreneurKreatif.Com-Kalimantan Barat (Kalbar) sangat kaya akan objek wisata alam seperti pantai, gunung, danau, air terjun, dan hutan. Beberapa objek wisata teersebut bahkan telah ditetapkan sebagai Taman Nasional yang dilindungi pemerintah pusat, seperti Taman Nasional Gunung Palung di Sukadana Kabupaten Kayong Utara, Taman Nasional Danau Sentarum di Desa Melemba, Kabupaten Kapuas Hulu, serta Taman Nasional Betung Kerihun di Desa Menua Sadap Kab. Kapuas Hulu. Belum lagi beberapa air terjun yang terdapat di Kabupaten Landak, Sekadau, dan Sanggau.


foto: antaranews.com

Awal Oktober lalu, baru saja usai digelar event nasional Sail Karimata 2016 yang dibuka langung oleh Presiden Joko Widodo. Event tersebut berlangsung di Pantai Pulau Datok, Sukadana, Kabupaten Kayong Utara, Kalbar. salah satu tujuan diadakannya event berskala nasional tersebut adalah memperkenalkan keindahan Pantai Pulau Datok yang belum banyak diketahui orang, bahkan di Kalbar sendiri. Event tersebut juga banyak diikuti para peselancar dari luar negeri.

Permasalahan Pembangunan Infrastruktur, Pariwisata, dan Telekomunikasi di Kalbar

     1.   Permasalahan Infrastruktur

foto: tribunnews.com

Permasalahan utama di Kalbar adalah infrastruktur yang tidak merata, termasuk infrastruktur jalan menuju lokasi objek wisata tersebut. Seperti pada lokasi menuju Taman Nasional Danau Sentarum dan Taman nasional Betung Keriung di Kab. Kapuas Hulu, misalnya. Di Desa Melemba yang tidak jauh sangat terpencil. Tidak terdapat menara BTS dan-apalagi-sinyal internet sehingga pengunjung sangat sulit megakses sinyal telepon dan internet. Selain itu, kondisi listrik, akomodasi, dan air bersih juga masih memprihatinkan. Kondisi yang serupa juga ditemui di Desa Menua Sadap yang berjarak dari Taman Nasional Betung Kerihun.

Kondisi Wilayah Perbatasan Kalbar

foto: sekolahkita

Kalbar sendiri merupakan provinsi yang berbatasan langsung dengan Sarawak, Malaysia Timur. Kalbar barangkali merupakan satu-satunya provinsi di Indonesia yang mempunyai lima kabupaten yang berbatasan darat langsung dengan Sarawak, Malaysia. Kelima kabupaten tersebut adalah Kab. Sanggau (Kec.Entikong) Kab.Sintang (ada delapan desa di Sintang yang berbatasan langsung dengan Malaysia, lima desa di Kecamatan Ketungau Hulu dan tiga di Ketungau Tengah), Kab. Bengkayang (Kec. Jagoi Babang. Kecamatan ini terdapat enam desa, yaitu Desa Jagoi, Desa Sekida, Desa Sinar Baru, Desa Semunying Jaya, Desa Kumba, Desa Gersik. Jagoi Babang berjarak 115 km dari Kabupaten Bengkayang atau sekitar 2 jam dari Kantor Pemda Bengkayang. Kecamatan ini terdiri atas 6 Desa dan 14 dusun), Kab. Sambas (Kec Sajingan dan Paloh) Kab. Kapuas Hulu (Kec. Badau) yang jika diolah dan difasilitasi dengan maksimal, akan menjadi daya tarik wisata. Tidak seperti saat ini, di mana daerah perbatasan tersebut justru menjadi pintu masuk penyelundupan barang illegal dari Mlaysia dan sebaliknya, penyelundupan TKI/ TKW illegal ke Malaysia.

foto: kaskus.

Mestinya, sebagai teras Indonesia, pemerintah pusat lebih memperhatikan wilayah Kalbar karena letaknya yang strategis. Namun, infrastruktur, pariwisata, dan telekomunikasi di Kalbar-terutama di wilayah perbatasan-masih jauh dari ideal, apalagi jika dibandingkan dengan Kuching, ibukota Sarawak, Malaysia Timur.

Saya berkunjung ke Kuching sekitar Juni 2014 silam (sebelum Ramadhan) dan melihat langsung betapa kontrasnya kondisi infrastruktur, pariwisata, dan telekomunikasi di sana dibanding Pontianak, ibukota Kalbar, apalagi jika dibandingkan dengan  kondisi Kecamatan Entikong, Kab. Sanggau yang berbatasan darat langsung dengan Sarawak.


Waterfront Kuching, Sarawak
sumber: cuti.my

Kondisi Kuching sudah seperti Jakarta, yang mana jalanannya lebar dan mulus bahkan sudah terdapat jalan layang, beberapa supermall, rumah sakit berkelas internasional (di mana sebagian besar pasiennya berasal dari Pontianak) serta tentu saja hotel-hotel bintang lima berkelas internasional banyak terdapat di sana. Belum lagi akademi dan universitas di sana seperti Inti College yang banyak menerima mahasiswa dari Pontianak. Padahal Kuching hanyalah ibukota sebuah distrik (provinsi) Sarawak, bukan ibukota negara. Bagaimana kondisi Entikong? Meskipun jalanan sudah mulus, tapi kondisi Entikong masih seperti perkampungan di Kalbar pada umumnya yang masih banyak hutan dan yang lebih miris lagi, sepanjang jalan menuju Entikong berjejer pohon sawit milik investor Malaysia. Tentu saja tidak ada mal, pusat pendidikan, rumah sakit besar, apalagi hotel bintang lima berkelas internasional. 

Belum lagi ditambah sulitnya mendapat sinyal telekomunikasi dan akses internet. Jadi wajar, dengan kondisi yang sangat ‘jomplang’ itu, sebagian saudara kita di perbatasan Kalbar banyak yang ‘nyebrang’ ke negara tetangga dan ikhlas mengganti kewarganegaraannya. Sebagian lagi, nekat menjadi TKI/ TKW ilegal dengan menerobos jalan tikus di dalam hutan. Tiba di sana, mereka langsung bisa bekerja di perkebunan sawit atau seperti dua perempuan asal Kalbar yang jumpai waktu itu di Kuching, langsung bekerja pada seorang Pakistan penjual Roti Cane.

      2.   Permasalahan Pariwisata

Dermaga Pulau Selimpai, Paloh, Sambas (sumber:jalan2.com)

Pariwisata di Kalbar belum diolah secara profesional. Salah satu objek wisata lain di Kalbar terdapat di Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas. Pulau Selimpai namanya. Secara administratif pulau ini berada di Desa Sebubus, Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas. Di sebelah barat hingga selatan berbatasan langsung dengan Laut Natuna sedangkan sebelah utara berbatasan langsung dengan Sungai Merbau. Jauh dari polusi udara, sejuk, dan memiliki pasir putih yang menawan, rindangnya hutan pinus, serta dapat melihat langsung keindahan Laut Natuna, membuat pulau ini bahkan pernah diliput stasiun tivi nasional. Dari kejauhan kita dapat melihat daerah Tanjung Datuk (Tanjung Datoe') yang berbatasan langsung dengan Sarawak (Malaysia Timur). Tinggi ombak dapat mencapai tiga sampai empat meter. Berjarak kurang lebih 7 km dari ibukota kecamatan Paloh dan 45 km dari kota Sambas. Menuju selimpai dapat ditempuh dengan waktu sekitar 1,5 jam (dari Sambas–ke Paloh), dilanjutkan menyeberangi Sungai Paloh menggunakan spead boat atau perahu motor sekitar 30 menit.


foto: uoase-wordpress.com


Tempat Penangkaran Penyu Langka

Saat ini di dunia terdapat tujuh jenis penyu langka yang dilindungi, enam di antaranya ada di Indonesia. Ketujuh jenis penyu langka tersebut yakni Penyu Sisik (Eretmochely Imbricate), Penyu Lekang (Lepidochelys Olivaceae), Penyu Belimbing (Dermocelys Coriaceae), Penyu Hijau (Chelonia Mydas), Penyu Tempayan (Caretta Carretta), dan Penyu Pipih (Natator depresus). Penyu dari jenis Lepidochelys Kempi hidup di Samudera Atlantik, khususnya Pantai Amerika dan Meksiko. Di antara enam penyu yang terdapat di Indonesia, empat di antaranya terdapat di Pulau selimpai yakni Penyu Hijau, Penyu Sisik, Penyu Lekang, dan Penyu Belimbing (hanya sesekali dating ke Pantai Selimpai untuk bertelur). Penyu hanya muncul pada malam hari, dan biasanya para wisatawan dan peneliti memang menginap di sana.


foto: vanessa pg blog

Data WWF-Indonesia Program Kalbar menunjukkan,  lebih 2.000 sarang Penyu Hijau atau lebih 500 betina dijumpai di Pantai Paloh setiap tahun. Keadaan ini menjadikan populasi  Penyu Hijau di Paloh terbesar kedua di dunia, dengan area  yang terbentang dari Peninsula, Malaysia hingga Lautan Sulu, Sulawesi. Namun, telur  penyu ini masih dieksploitasi secara besar-besaran oleh masyarakat lokal karena harga jual tinggi.

foto: jawarakampung.blogspot.com

Dwi Suprapti, Koordinator Konservasi Penyu WWF-Indonesia Program Kalbar, mengatakan kepada wartawan,  hasil pemantauan intensitas ancaman pada tahun 2009 memperlihatkan, di Desa Sebubus, hampir seluruh sarang penyu berjumlah 2.146 diambil masyarakat. Namun, pada 2010, jumlah ini menurun menjadi 1.849.Pada 2009 dan 2010, masyarakat yang mengambil telur turun 99 persen dan 95 persen. Namun, proporsi pengambilan tak sah ini turun drastis pada 2011 dan 2012.

Sayangnya, prestasi membanggakan  ini ternyata tidak bertahan lama. Pada musim puncak 2013, perburuan telur penyu kembali meroket hingga 40 persen di Desa Sebubus dan hampir 95 persen di Desa Temajuk. Jimmy Syahirsyah, Koordinator Komunikasi WWF-Indonesia Program Kalbar mengatakan, perdagangan telur penyu asal Paloh menduduki angka tertinggi dijual ke Teluk Melano, Malaysia dengan harga RM80 sen per butir atau Rp2.600 dan dijual seharga RM10 per tiga butir. Sedangkan harga jual lokal Rp1.500 dijual kembali berkisar Rp2.500–Rp3.500.

kondisi jalan menuju menuju objek wisata ini hanya diaspal sampai di Dusun Setinggak saja. Pengunjung harus melanjutkan naik kapal motor untuk menuju Pulau Selimpai.
Meski memiliki potensi wisata yang sangat indah, jauhnya jarak dari ibukota Kabupaten Sambas serta minimnya fasilitas seperti penginapan yang bersih, air, listrik, apalagi sinyal telepon dan internet, menjadi kendala dalam pengembangan kawasan ini. Fasilitas yang tersedia saat ini sudah kurang terawat, seperti fasilitas penangkaran penyu yang pada 2006 lalu terkesan sudah lama ditinggalkan.

      3.   Permasalahan Telekomunikasi


foto: kalimantan-news.com

Sulitnya mengakses layanan komunikasi terutama sinyal ponsel dan-apalagi-internet membuat orang malas pergi apalagi sampai harus menginap di tempat wisata yang berada jauh di pelosok. Bangsa kita saat ini-terutama generasi millenials-tidak bisa jauh dari gadget. Bisa bayangkan kalau mereka harus ‘berkemah’ di tempat wisata yang terpencil, tanpa sinyal hape dan internet, bahkan listrik yang kadang hanya hidup 12 jam sehari? Wow!

Bagaimana solusi atas permasalahan ini?

Saya pribadi menyarankan agar pemerintah daerah dan pusat, dalam hal ini Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik, Kementerian Komunikasi dan Informatika dapat menggandeng Kementerian Pariwisata dan Kementerian Pekerjaan Umum serta pemerintah daerah setempat untuk berkolaborasi membenahi tiga permasalahan utama tersebut yakni permasalahan infrastruktur, telekomunikasi dan pariwisata, khususnya di daerah perbatasan Kalbar. Daerah perbatasan adalah teras Indonesia. Jika pemerintah abai terhadap pembangunan daerah perbatasan, maka hal tersebut dapat mencoreng wajah Indonesia dan lebih berbahaya lagi, dapat membuat saudara-saudara kita di perbatasan berpindah kewarganegaraan karena mereka melihat perbedaan fasilitas yang terlalu jauh antara Kalbar-Sarawak.


foto: baltyra.com
Dengan adanya pembangunan infrastuktur maka jarak yang jauh menjadi dekat dan jalan yang mulus membuat wisatawan semakin ramai mengunjungi objek wisata tersebut. Selama ini mereka malas pergi ke tempat wisata tersebut karena selain jaraknya sangat jauh dari ibukota kabupaten, juga karena karena kondisi jalan yang rusak dan sangat sulit dilalui kendaraan, terutama di musim hujan. Selain itu minimnya fasilitas penginapan, air bersih, listrik dan sinyal telepon serta internet semakin membuat wisatawan enggan berkunjung. Kondisi ini sangat berbeda jauh dengan Bali dan Lombok yang mana di Gili Trawangan fasilitasnya sudah sangat lengkap. Pemerintah pusat dapat membangun wilayah eco-tourism di Pulau Selimpai, misalnya dengan fasilitas wisata dan akses internet yang lancar. Hal ini dapat menjadi lapangan pekerjaan bagi penduduk sekitar agar mereka tidak perlu mencari kerja di Malaysia. Para pedagang juga dapat menjual aksesoris khas seperti kerajinan berbentuk penyu misalnya, kepada turis yang berkunjung. Sebagian dapat membuka kafe wi-fi dengan fasilitas internet yang lancar.

Semoga artikel sederhana ini dapat membuka mata semua pihak dan menjadi solusi dalam Memotret Pembangunan Infrastruktur, Pariwisata dan Telekomunikasi di Kalimantan Barat.


                                 

No comments:

Powered by Blogger.