Header Ads

Wahai Penulis, Apa yang Kau Cari?

EntrepreneurKreatif.Com-Saya miris sekali ketika membaca sebuah cerpen dan/ atau antologi cerpen  karya seorang penulis perempuan Indonesia yang levelnya sudah nasional. Dalam setiap cerpennya, tidak pernah jauh dari urusan Selangkangan (untuk selanjutnya disingkat dengan Selang). Kata-kata seperti  Vagina, Penis, Payudara, tidak pernah jauh dari karya-karyanya. Sebuah cerpennya berjudul AIR yang pernah dimuat di Harian Kompas, isinya adalah semua jenis air yang berhubungan erat dengan Selang, Termasuk air seni dan air ketuban. Dan saya pernah hampir muntah dalam arti yang sebenarnya (sumpah, saya nggak bohong) setelah selesai membaca cerpennya yang berjudul Menyusu Ayah yang termuat dalam salah satu buku antologi cerpennya.

Kalau pornografi yang bertaburan di sekujur cerpen karyanya itu hanya sekedar tambahan/ sisipan yang jika kita sensor tidak akan merubah tema utama cerita, itu nggak masalah. Seperti dalam Saman misalnya, di mana 10 halaman terakhir penuh berisi cerita cabul, jika tidak ingin membacanya, tinggal kita sobek. Selesai. Dan tidak memengaruhi tema utama cerita. Tapi apa jadinya kalau pornografi itu adalah tema utama cerita? Apa yang mau disensor? Hilang dong ceritanya?



Saya kadang nggak habis pikir, apa yang dia baca-kalau memang dia banyak membaca, sampai menghasilkan tulisan stensilan seperti itu? Karena biasanya apa yang kita produksi tidak jauh-jauh dengan yang kita konsumsi. Sebagai penulis, membaca itu pekerjaan mutlak. Tulislah sebuah cerita yang dapat membuat pembaca Anda menemukan sesuatu yang baru. Syukur kalau ada pesan moralnya. Kalau tidak, minimal mereka terhibur dan wawasannya bertambah. Saya sangat terhibur ketika membaca novel maupun tulisan non fiksi karya Seno Gumira Ajidarma. Ada sesuatu yang baru, yang saya temukan dengan membaca tulisan-tulisan SGA yang lucu tapi kritis. Homo Jakartaensis adalah salah satu tulisan non fiksi Popular karya SGA yang menurut saya kritis tapi kocak. Helvy Tiara Rosa bahkan harus membaca sekitar 5-6 buku berbeda jenis seperti Politik, Sastra, Psikologi, Agama, dan sebagainya, sebelum menulis cerita-cerita fiksinya, baik cerpen maupun novel.

Sadarilah wahai teman-teman penulis, bahwa cerita yang kita tulis dapat merubah arah sebuah bangsa. Apa jadinya sebuah bangsa jika rakyatnya keseringan membaca cerita-cerita stensilan yang tidak jauh-jauh dari urusan Selang? Efeknya memang tidak terasa dalam jangka pendek. Tapi ketika cerita itu menyebar, apalagi sampai difilmkan, dampaknya akan sangat membekas. Apakah kita tidak merasa berdosa telah memproduksi cerita-cerita tidak bermutu yang sangat berpotensi merusak moral pembacanya? Dan lebih dari itu, mencerminkan kualitas penulisnya? Apa kita tidak malu di cap oleh pembaca sebagai penulis cerpen stensilan?

Buya HAMKA pernah melontarkan kalimat yang sangat terkenal sekaligus kontroversial pada jamannya: jika hidup hanya sekedar hidup, Babi di hutan juga hidup. Jika kerja hanya sekedar kerja, kera juga kerja. Jika anda tidak ingin disamakan dengan dua makhluk diatas, jadilah penulis yang tidak sekedar menulis. Hasilkanlah sebuah cerita yang tidak sekedar cerita (kosong). Bagi kita semua (termasuk saya, terutama) baik kita menulis di media cetak sebagai jurnalis, menulis fiksi, maupun di blog, pernahkah kita bertanya pada diri sendiri sebelum mengetikkan jari di keyboard dengan pertanyaan sederhana ini: Wahai Penulis, Apa yang Kau Cari?


No comments:

Powered by Blogger.