Header Ads

Nyonya Sosialita

Nyonya Sosialita

Vivi Al-Hinduan


Zus (baca: Ses) Nadia ‘Nance’ Arifin sedang sumbringah. Tangannya tak henti menimang-nimang sebuah kamera DLSR merek terkenal, hadiah dari suami tercinta, Ir. Zainal Arifin, pemilik beberapa perusahaan kelapa sawit dan pertambangan di Kalimantan. Sang Nyonya berulang tahun ke-43. Di ultahnya kali ini, Zus Nance ingin membuat sebuah resolusi baru yang tentu saja berbeda dari resolusi-resolusi di hari ulang tahunnya yang sebelumnya.




Kali ini, si nyonya tidak ingin membuat resolusi-resolusi kecil seperti: ke Paris buat hunting tas Hermes model terbaru edisi sangat terbatas; liburan ke Milan bareng putri semata wayangnya, Intan Camelia Arifin; atau sekadar jalan-jalan ke Singapura bareng teman-teman sosialitanya, sekedar berfoto narsis di depan patung ‘Singa Muntah’ alias Merlion dan menikmati kemegahan San Marina Bay yang terletak persis di depan Merlion.

Tidak. Kini si nyonya berniat akan menyalonkan diri sebagai Gubernur Kalimantan Barat, daerah kelahirannya. Tapi ada dua hal yang masih meragukannya; 1) dia belum punya perahu politik alias belum ada partai politik yang berminat ‘meminang’nya. 2) siapa yang bersedia menjadi wakilnya?

Zus Nadia ‘Nance’ Arifin sedang gundah. Batas akhir pendaftaran bakal calon gubernur Kalbar ke KPUD tinggal tiga bulan lagi. Apakah ia akan maju sebagai calon independen? Si Nyonya curhat ke teman-teman sosialitanya ketika sedang mengadakan pengajian di Hotel Aston Pontianak.

“Jeng Asti setuju nggak kalo saya maju?” tanya Zus Nance sambil berbisik. Nggak enak kedengaran sama Bu Ustadzah yang sedang ceramah di depan.
“Sudah pasti dong, Zus. Kapan lagi Kalbar dipimpin seorang sosialita cerdas seperti Zus Nance,” Jeng Asti juga berbisik lembut. Nyaris tak terdengar.
“Aduh, Jeng Asti bisa aja,” Zus Nance tersipu malu.
“Beneran, loh. Sudah saatnya perempuan Kalbar dicerdaskan, terutama dalam cara berpakaian dan melek merek,” Jeng Asti berkata penuh semangat ’45.
“Siapa ya kira-kira yang cocok buat mendampingi saya maju?”
“Saya cocok kok, hehehe…”
“Jeng Asti ini. Saya serius, loh. Batas waktu pendaftaran tinggal tiga bulan lagi.”
“Dengar-dengar belum ada satu pun partai yang mendukung Zus Nan, ya?”
“Itu dia masalahnya. Pusing!”
“Kenapa nggak mengajukan diri sebagai calon independen saja, Zus Nan?
“Emangnya bisa?”
“Bisa, dong. Kan syaratnya cuma ngumpulin KTP sama tanda tangan doang.”
“Iya, ya. daripada duit saya habis buat nyogok tuh petinggi-petinggi partai, mending buat nyogok rakyat sekalian. Hitung-hitung membantu kesejahteraan mereka. Sip lah.”
*ting*
Acara pengajian pun berakhir.
****
Mami di mana sih? PING!!!
Sebuah BBM masuk ke BB  Bellagionya Zus Nance. Dari Intan, putri tunggalnya yang baru kuliah semester satu di salah satu perguruan tinggi swasta kelas atas di Jakarta. Intan mengambil jurusan Ekonomi, demi meneruskan mimpi ibunya yang tidak tercapai karena keburu menikah. Zus Nance tidak menghiraukan lampu kedap-kedip di BB nya yang terselip di dalam tas buatan Prancis berlabel Salvatore Ferragamo seharga Rp 15 Juta. Itu  salah satu tas eksklusif dengan edisi sangat terbatas.
Mami ke sini dong! Intan butuh Mami! PING!!!
            Zus Nance dan teman-temannya sedang asyik menikmati alunan musik Jazz lembut di sebuah kafe di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Mereka sedang liburan ke  Jakarta dalam rangka menghadiri undangan seorang sosialita elit Ibukota.
“Jeng-Jeng. Kita mau mendata secara resmi semua sosialita di seluruh Indonesia. Agar tidak ada kelakuan negatif dari para sosialita KW  yang sering dialamatkan ke kita, seperti arisan brondong  itu loh. Sampai disorot tivi segala. Bikin malu,” ujar Bu Tike, ketua perkumpulan arisan ‘Sosialita Anti-Selulit’ di Selatan Jakarta. Ia  menepuk-nepuk tas Cartier merah bata miliknya. Sebuah tas edisi terbatas keluaran Prancis yang harganya lebih dari Rp 25 juta.
“Iya, Bu Tik. Padahal kita kan nggak pernah tuh ngadain arisan brondong kayak gitu. Palingan kita hobinya arisan tas Hermes. Benar nggak ibu-ibu?” ujar Bu Ratna, seorang sosialita Jakarta yang punya butik penyewaan tas branded di daerah Kemang.
“Makanya semua sosialita dari seluruh Indonesia harus terdaftar secara resmi,” tegas Bu Tike, seorang sosialita kelas atas yang punya networking mulai dari selebritis terkenal hingga ke para istri menteri di negeri ini.
Bu Tike melanjutkan, “Saya juga punya berita bahagia loh. Salah satu anggota kita dari Pontianak,  Zus Nance Arifin, akan segera maju sebagai kandidat Gubernur Kalbar.”
“Waduh! Selamat ya, Zus Nan,” Bu Ratna yang pertama kali menyalami sambil memperlihatkan jam tangan Cartier nya yang bertabur berlian. Jam mewah yang penunjuk waktunya bergambar Jaguar bertabur batu permata biru tua itu harganya Rp 99 Juta.
Selanjutnya bertaburanlah ucapan selamat untuk Zus Nance, yang keluar dari bibir-bibir mahal berpoles gincu impor. Zus Nance begitu senang hingga tak mendengar BB nya berdering nyaring.
****
“Papi di mana, nih?”  Zus Nance menelpon suaminya.
“Aku lagi di Balikpapan. Kamu sudah pulang ke Pontianak?”
“Belum, Pi. Intan masuk rumah sakit.”
“Apa??  Tifusnya kambuh lagi?”
“Papi ke sini deh sekarang. Intan keguguran!”
“Hah?! Masya Allah, Intan, ”  si Papi pingsan.

Di Rumah Sakit…
“Sayang, ini Papi, Nak,” Pak Arifin menangis sambil mencium putrinya.
“ Intan, Papi baru nyampe tadi dari Balikpapan. Tadi Intan pingsan lama banget, sampai Mami khawatir,”  Zus Nance mengelus lembut lengan putrinya yang terpasang jarum infus.
“Oh, Mami khawatir ya sama Intan?” tanya Intan sedih.
“Tentu dong Mami cemas. Mami kan sayang banget sama Intan.”
“Masak sih? Bukannya  Mami lebih sayang dengan tas Hermes Mami itu?”
“Intan, tolong bilang Papi. Siapa laki-laki brengsek yang sudah menghamilimu itu. Bilang Papi!”
“Sudahlah, Pi. Nggak ada gunanya. Janinnya juga sudah keluar kan?”  Intan mulai terisak.
“Papi akan bunuh dia!”
“Papi mau tau siapa dia? Dia seniorku di kampus, putranya Tante Dewi Gumilang yang tinggal di Kebayoran. Kenal kan? Atau perlu Intan kenalkan dengan Papi?”
Pak Arifin terdiam kaku. Lidahnya kelu.
“Siapa Dewi, Pi? Siapa?”  Zus Nance mulai kalap.
“Itu selingkuhannya Papi, Mi. Intan sengaja melakukan ini dengan putranya. Intan kesal dengan Papi yang sudah menghianati kita.”
“Namanya Rino, ya?” bibir Pak Arifin bergetar.
“Iya. Tuh Papi tau,” jawab Intan cuek.
“Intan… dia kakak tiri kamu. Dia anak Papi.”
Nyonya Sosialita pingsan.
****
Jumpa pers digelar di sebuah hotel berbintang di Pontianak. Temanya singkat: Nyonya Nadia Arifin resmi mengundurkan diri sebagai kandidat Gubernur Kalimantan Barat.

“Ada hal yang jauh lebih penting yang harus saya utamakan dibanding memaksakan diri menjadi orang nomor satu di Propinsi Kalbar. Yaitu menjadi seorang ibu bagi putriku. Saya juga resmi mengundurkan diri sebagai seorang sosialita Kalbar, perwakilan Nasional. ”

Nyonya Sosialita menutup acara jumpa pers sore itu diiringi tepuk tangan dan kilatan lampu kamera para wartawan. Dengan lunglai mereka bertiga menuju sebuah kafe di pojok kanan hotel.
“Mami, Papi, maafin Intan ya. Intan khilaf. Intan benar-benar bodoh.”
“Sudahlah, Nak. Semua ini ada hikmahnya,” sahut Si Nyonya.
“Mulai sekarang Papi berjanji akan lebih memmerhatikan kalian. Terutama Intan.”
“Papi, kita umroh yuk bulan depan,” ajak Zus Nance.
“Umroh?”
“Iya, Pi. Intan juga ikut. Kapan lagi kita bisa nyuci dosa bareng,” kata Intan.
“Mami, maafin Papi ya.  Selama ini Papi…” suara Pak Arifin bergetar menahan tangis.
“Sudahlah, Mami maafin. Mami juga kurang memmerhatikan Papi selama ini. Mami terlalu sibuk dengan acara-acara sosialita yang tidak berguna sama sekali itu.”
Adzan Maghrib bergema dari masjid di depan hotel.
“Sudah Maghrib nih, kita sholat yuk,” ajak Pak Arifin.
“Hayuk. Tapi habis itu kita fine dinning ya di restoran hotel,” ajak Zus Nance.
“Beres. Apa sih yang nggak buat Mami?”
****
Tiga bulan kemudian….
“Haduh, heran deh wartawan-wartawan itu. Sebel!” Zus Nance mengomel di Minggu pagi.
“Kenapa lagi sih, Mi?” tanya Intan yang sibuk memilih-milih jilbab untuk dipakai pengajian siang nanti.
“Coba lihat nih beritanya. Mami sudah tobat juga masih aja digosipin.”


Zus Nance melempar dengan kesal sebuah koran lokal ke atas meja. Headline koran itu memuat sebuah berita dengan judul mencolok, Sosialita Nadia Arifin kini punya hobi baru : Umroh Bareng Keluarga.

No comments:

Powered by Blogger.