Industri Kreatif Berbasis Kearifan Lokal
EntrepreneurKreatif.Com-IndustriKreatif Berbasis Kearifan Lokal merupakan salah
satu mesin penggerak ekonomi kreatif
adalah industri kreatif. Industri
kreatif sendiri sebenarnya merupakan istilah yang muncul lebih dulu
dibanding ekonomi kreatif. Istilah Industri Kreatif muncul pertama kali pada
1994 dalam laporan ‘Creative Nation’ yang dikeluarkan Australia. Namun, istilah
Industri Kreatif mulai terkenal ketika Department of Culture, Media, and Sports
(DCMS) Inggris mendirikan Creative
Industries Task Force pada 1997. (Fontana, 2012). DCMS Creative Industries Task Force pada 1998 mendefinisikan Creative
Industries as those industries which have their origin in individual
creativity, skill and talent, and which have a potential for wealth and job
creation through the generation and exploitation of intellectual property and
content.
Avanti
Fontana menyimpulkan bahwa ekonomi kreatif dalam hubungannya dengan industri
kreatif adalah kegiatan ekonomi yang mencakup industri dengan kreatifitas SDM
sebagai aset utama untuk menciptakan nilai tambah ekonomi. John Howkins dalam
bukunya The Creative Economy: How People Make Money from Ideas
(2002), menyebut 16 Sektor Industri Kreatif yaitu periklanan, seni pertunjukan,
seni rupa, kerajinan, penerbitan dan percetakan, riset dan pengembangan, desain
(interior, produk, komunikasi visual), fesyen, arsitektur, video games,
permainan interaktif, musik, televisi dan radio, layanan komputer dan piranti
lunak, video, film, dan fotografi, aplikasi digital, animasi, serta pasar
barang seni.
Per Januari 2000, total nilai ekonomi dari industri kreatif ini sebesar US$ 2,2 Triliun dengan tingkat pertumbuhan 5% per tahun. Data nilai perekonomian kreatif tahun 1999 dari 15 sektor tersebut menunjukkan bahwa Amerika Serikat dan Inggris masih mendominasi perekonomian kreatif. Pada 2020 nilainya diperkirakan mencapai US$ 6,6 Triliun. (Fontana, 2012).Ekonomi kreatif dan industri kreatif mulai marak dibicarakan di Indonesia, kira-kira 2006, karena pemerintah mencatat pertumbuhan ekonomi kreatif 2006 cukup tinggi, bahkan melampaui pertumbuhan ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi kreatif di atas rata-rata nasional pada 2006 mencapai 7,3%, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional hanya 5,6%. Selama 2002-2006, industri kreatif menyerap sekitar 5,9 juta pekerja kreatif dan menciptakan jutaan entrepreneur kreatif di dalam negeri yang menyumbang Rp 81,5 triliun atau 9,13% terhadap total ekspor nasional. Dalam acara Hipmi Economic Outlook (12/12/2012) lalu di Denpasar Bali, kembali Presiden RI mengingatkan betapa pentingnya pengembangan ekonomi dan industri kreatif, sebagai sektor ekonomi baru yang tumbuh signifikan mengingat potensi dan kelebihan yang kita miliki lebih unggul dibandingkan dengan negara lain.Pemilihan strategi kebijakan mengembangkan ekonomi kreatif di tengah pelambatan pertumbuhan ekonomi global, ini bukan tanpa alasan, kontribusi sektor ekonomi kreatif terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir, di mana pada 2010 mencapai Rp 472,8 triliun dan mampu menyerap 11,49 tenaga kerja dan pada 2011 naik menjadi Rp 526 triliun dengan serapan 11,51 juta tenaga kerja.
Per Januari 2000, total nilai ekonomi dari industri kreatif ini sebesar US$ 2,2 Triliun dengan tingkat pertumbuhan 5% per tahun. Data nilai perekonomian kreatif tahun 1999 dari 15 sektor tersebut menunjukkan bahwa Amerika Serikat dan Inggris masih mendominasi perekonomian kreatif. Pada 2020 nilainya diperkirakan mencapai US$ 6,6 Triliun. (Fontana, 2012).Ekonomi kreatif dan industri kreatif mulai marak dibicarakan di Indonesia, kira-kira 2006, karena pemerintah mencatat pertumbuhan ekonomi kreatif 2006 cukup tinggi, bahkan melampaui pertumbuhan ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi kreatif di atas rata-rata nasional pada 2006 mencapai 7,3%, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional hanya 5,6%. Selama 2002-2006, industri kreatif menyerap sekitar 5,9 juta pekerja kreatif dan menciptakan jutaan entrepreneur kreatif di dalam negeri yang menyumbang Rp 81,5 triliun atau 9,13% terhadap total ekspor nasional. Dalam acara Hipmi Economic Outlook (12/12/2012) lalu di Denpasar Bali, kembali Presiden RI mengingatkan betapa pentingnya pengembangan ekonomi dan industri kreatif, sebagai sektor ekonomi baru yang tumbuh signifikan mengingat potensi dan kelebihan yang kita miliki lebih unggul dibandingkan dengan negara lain.Pemilihan strategi kebijakan mengembangkan ekonomi kreatif di tengah pelambatan pertumbuhan ekonomi global, ini bukan tanpa alasan, kontribusi sektor ekonomi kreatif terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir, di mana pada 2010 mencapai Rp 472,8 triliun dan mampu menyerap 11,49 tenaga kerja dan pada 2011 naik menjadi Rp 526 triliun dengan serapan 11,51 juta tenaga kerja.
Tahun 2013 angka itu ditargetkan terdongkrak menjadi Rp573,4 triliun dengan serapan 11,57 juta tenaga kerja kreatif. Sejumlah kota-kota besar dengan dimotori anak-anak muda, akhir-akhir ini menyambut datangnya wacana ekonomi kreatif. Ekonomi yang lebih mengedepankan kreativitas dan inovasi sebagai motor penggerak ekonomi. Di Bandung misalnya, beberapa tahun ini sejumlah seminar tentang industri kreatif diselenggarakan, sejumlah lembaga seperti Center For Inovation Enterpreneurship & Leadership (CIEL) yang merupakan bagian dari Sekolah Bisnis Manajemen ITB bekerja sama dengan Departemen Industri dan Perdagangan, merancang strategi pengembangan industri kreatif di Jawa Barat.
Banyak yang menyatakan ekonomi kreatif adalah ekonomi gelombang keempat, yang berorientasi pada kreativitas, budaya, serta warisan budaya, dan lingkungan. Pembagian gelombang itu sebenarnya kelanjutan dari teori Alvin Toffler, yang membagi peradaban ke dalam tiga gelombang, yaitu gelombang pertama adalah abad pertanian, gelombang kedua abad industri, dan gelombang ketiga abad informasi, serta gelombang keempat yang dinamakan dengan ekonomi kreatif.
Negara
yang sangat sukses dengan industri ekonomi kreatifnya tentu saja Korea Selatan.
Pemerintah Korea sangat aktif memopulerkan budaya Korea atau yang kita kenal
sebagai K-Pop. Mulai dari musik dengan boybands Korea yang dipuja para remaja
di seluruh dunia, film, bahasa, gadget,
gaya hidup, dan pada akhirnya memajukan
industri pariwisata Korea. Karena setelah mereka kenal musik dan tergila-gila
dengan boybands Korea, menonton film, mempelajari bahasa dan budaya Korea, memakai
gadget buatan Korea, tentu pada
akhirnya mereka akan penasaran ingin mengunjungi Korea. Itulah yang diharapkan
oleh pemerintah Korea. Inilah yang disebut dengan marketing of the nation,
memasarkan negara. Derajat tertinggi dalam marketing
adalah ketika kita sudah sampai ke level menjual budaya (value/ nilai),
bukan sekedar menjual produk dan merek semata.
Selain
Korea, Singapura juga termasuk negara yang sukses menjual pariwisata dan industri
kreatif. Wisatawan Indonesia berbondong-bondong ke Singapura setiap tahun untuk
berwisata belanja di Orchid Road dan menikmati pengalaman mendebarkan di
Universal Studio, merasakan kemewahan Marina Bay, yang semuanya adalah buatan, karena
negara itu sangat miskin sumber daya alam.
Tahun
2013, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) sangat giat
mempromosikan pariwisata dan industri keatif Indonesia, terutama dari Indonesia
Tengah dan Timur. Kegiatan olahraga seperti Tour of Bukit Tinggi dan yang
barusaja diadakan kemarin Tour De Khatulistiwa sangat efektif guna
mempromosikan pariwisata Indonesia diluar Jawa-Bali. Selain dibidang olahraga,
industri kreatif yang sangat diandalkan Indonesia adalah fesyen.
Salah satu industri kreatif berupa film yang sukses mengangkat kearifan lokal sekaligus potensi wisata di Belitung adalah film Laskar Pelangi, yang diangkat dari novel laris karya Andrea Hirata dengan judul yang sama. Belitung yang punya keindahan pantai dan laut yang jernih saat ini sering kita lihat di televisi, terutama di acara-acara bernuansa traveling. Selain Laskar Pelangi, film Keumala yang dibintangi oleh Nadia Vega dan Abimana Aryasatya juga mengambil lokasi pantai di Kab. Sabang, NAD yang sangat indah dan cocok untuk wisata menyelam dan fotografi bawah laut. Film Mursala juga menggunakan Kab.Nias sebagai lokasi syuting dengan pemain artis-artis ibukota.
Salah satu industri kreatif berupa film yang sukses mengangkat kearifan lokal sekaligus potensi wisata di Belitung adalah film Laskar Pelangi, yang diangkat dari novel laris karya Andrea Hirata dengan judul yang sama. Belitung yang punya keindahan pantai dan laut yang jernih saat ini sering kita lihat di televisi, terutama di acara-acara bernuansa traveling. Selain Laskar Pelangi, film Keumala yang dibintangi oleh Nadia Vega dan Abimana Aryasatya juga mengambil lokasi pantai di Kab. Sabang, NAD yang sangat indah dan cocok untuk wisata menyelam dan fotografi bawah laut. Film Mursala juga menggunakan Kab.Nias sebagai lokasi syuting dengan pemain artis-artis ibukota.
Masih
soal film, saya membaca di surat kabar dan media sosial beberapa tahun silam mengenai
film Kembang Polaria 2, yang mengangkat kearifan lokal Kab. Sambas. Film ini berbahasa Sambas dan mengambil
lokasi syuting di Kab. Sambas. Film yang diproduksi oleh Tim Kress Studio ini
berdurasi 1 jam 15 menit. Film ini juga dapat ditonton melalui YouTube. Tentu
film seperti ini harus didukung oleh pemerintah setempat agar turut
mempromosikan pariwisata di Kabupaten Sambas, yang pada akhirnya akan menambah
PAD pemerintah Kabupaten Sambas dari bidang industri dan ekonomi kreatif.
Selain
budaya, Sambas sangat terkenal akan makanan khas bubur padas nya yang sangat enak. Lagu-lagu daerah Sambas menambah
kekayaan lagu daerah Kalbar. Juga tentu saja kain Sambas nya. Barangkali
pemerintah Kabupaten Sambas dapat mengadakan acara Sambas Food and Fashion
festival. Kenapa Jember yang hanya kabupaten kecil saja bisa mengadakan
festival fashion kelas internasional
dan diikuti oleh peserta dari mancanegara? Saya membayangkan, alangkah hebatnya
kalau lagu-lagu daerah Sambas seperti Cak Uncang dan Simbirapian dibawakan
dalam irama jazz, seperti kelompok jazz Bossanova Jawa yang sukses membawakan
lagu-lagu berbahasa Jawa dengan irama jazz.
Semoga Kalbar dapat memajukan
industri dan ekonomi kreatif berbasis kearifan lokal, sehingga kelak jika
disebut tentang kota kreatif,
orang tidak lagi membayangkan Bandung dan Yogyakarta, tetapi Sambas dan
Singkawang. Selamat Datang di Era Ekonomi dan Industri Kreatif, semoga membawa kejayaan
bagi Bangsa Indonesia dan mewujudkan sejuta Entrepreneur Kreatif.
No comments:
Post a Comment