JANDA
EntrepreneurKreatif.Com-JANDA.
Salah satu cabang ilmu pemasaran yang sangat menarik bagi saya adalah ilmu yang
membahas tentang Branding atau Merek.
Dalam subsektor ekonomi kreatif, branding atau merek atau reklame masuk dalam
subsektor Periklanan.
Kita
semua adalah branding. Kenapa? Karena
masing-masing kita pasti memiliki nama. Nama kita adalah merek kita yang
mencerminkan diri kita sebagai sebuah produk. Kalau boleh saya tambahkan,
produk yang memiliki nilai jual. Miyabi
itu merek. Sementara yang lain hanyalah komoditas tanpa merek, meskipun sama-sama made in Japan.
Tanpa
sadar, kita semua membeli merek, bukan membeli produk. Nggak percaya? coba kita
pergi ke warung membeli pasta gigi misalnya. Secara tidak disadari, kadang kita
menyebut sebuah merek yang memang menjadi market
leader di antara semua pasta gigi yang ada di negeri ini.
“
Bang, ada P*psod*nt nggak?”
Atau
ketika makan di kantin, mungkin kita tidak asing dengan kalimat ini bukan?
“Bu,
buatin Ind*mie rebus ya, pake telor.”
Atau
,“ Mbak, pesan A*ua galon ya satu.” Padahal
belum tentu pasta gigi atau mi instan, dan air minum dalam kemasan yang kita
beli mereknya itu, kebanyakan biasanya merek lain, terutama untuk mi instan dan air minum dalam kemasan.
Ngomong-ngomong
soal merek, ada satu ‘merek’ yang kadang dipersepsikan secara negatif oleh
sebagian masyarakat kita. Merek yang sangat sakti itu terdiri dari lima huruf :
JANDA. Apa persepsi anda ketika mendengar merek yang satu itu disebut? Sebagian
orang-terutama laki-laki, kalau mendengar
kata janda, pasti kupingnya berdiri. Apalagi janda muda, tidak punya anak pula.
Wah, pasti banyak tuh yang ngantri ingin menyantuninya.
Sebagian
yang lain-terutama ibu-ibu sasak tinggi-mulutnya langsung nyerocos jika kata
itu disebut.
“
Hah?! Perempuan yang baru pindah ke kompleks kita itu seorang Janda? Wah, gawat nih! Mesti ketat
jagain laki gue.”
Kasihan
sekali merek yang satu itu. Emang enak apa
jadi janda di negeri ini? Mereka juga nggak mau kali. Di Arab Saudi, sempat ada
larangan untuk tidak menjanda, demi menghindari fitnah. Makanya janda-janda di sana
diwajibkan untuk menikah lagi setelah masa iddah-nya berakhir. Media
internasional bahkan sempat memberitakan kasus ‘nikah dengan brondong’ di mana
janda-janda kaya di sana ‘terpaksa’ menikahi pemuda yang secara usia dan ekonomi
jauh di bawah mereka demi menghindari fitnah.
Kalau
suatu produk terlanjur dipersepsikan negatif oleh masyarakat, masih gampang
diubah. Garuda Indonesia pernah mengalami hal itu beberapa tahun silam. Kecelakaan
pesawat-tepatnya mendarat darurat-di atas Bengawan Solo pada 2002 lalu yang
menewaskan seorang pramugari karena tersedot dan terlempar keluar dari pesawat,
menjadi ‘media darling’ di dalam dan luar negeri.
Yang dilakukan oleh pihak
Garuda adalah: 1) Clear situation.
Dengan menceritakan kronologis kecelakaan pesawat secara jujur dan tidak
menyalahkan pihak lain, termasuk pilot. Tidak seperti pemerintah Rusia yang
menyalahkan kondisi alam Indonesia saat musibah Sukhoi tempo hari. 2) Credibility. Garuda mendatangkan pihak
ketiga yang netral, yaitu ketua persatuan maskapai penerbangan internasional
untuk membantu menjelaskan bahwa yang dilakukan oleh pihak Garuda sudah tepat.
3) Create Hero. Pilot Garuda sontak
menjadi pahlawan karena berhasil menyelamatkan sekitar 50 nyawa penumpang,
meskipun harus ada satu pramugari yang menjadi korban dari kejadian itu. Saat
ini, Garuda Indonesia menjadi salah satu maskapai penerbangan paling aman di
dunia.
Lha,
itukan Garuda. Kalo janda, gimana dong?
1 comment:
Greget ceritanya JANDA :v
Post a Comment